Kasus Pelecehan Seksual di Dalam Kereta Tidak Pernah Berhenti, KAI Harus Tegas
Tangkap layar video pelecehan seksual di dalam KRL

Bagikan:

JAKARTA - Maraknya aksi pelecehan seksual terhadap penumpang wanita pengguna kereta KRL commuter line di dalam rangkaian, pihak KAI Commuter meminta kepada penumpang untuk tidak merekam dan menyebarkan luaskan ke publik karena melanggar UU ITE Pasal 27 Ayat 1.

Pihak KAI Commuter mengklaim bahwa di dalam gerbong keretta telah memiliki CCTV yang dapat mendeteksi wajah. Apabila terjadi tindak kejahatan dan tidak asusila, terduga pelaku akan dimasukkan ke dalam data base sistem CCTV analytic. Sehingga pelaku akan terdeteksi oleh sistem dan dilarang ketika hendak naik kereta commuter line.

Menanggapi pernyataan itu, Pengamat Transportasi Azas Tigor Nainggolan menyebutkan bahwa sistem yang disebutkan kereta commuter Indonesia (KCI) ternyata tidak mampu mengurangi atau menekan kejadian pelecehan seksual di dalam angkutan massal kereta commuter line.

"Kalau lihat kejadiannya masih terjadi terus, saya sih melihatnya tidak cukup dengan alat. Harusnya KCI atau KAI juga harus membangun sistem penegakkan, bekerjasama dengan kepolisian," kata Azas Tigor kepada VOI, Kamis, 9 Februari.

Bahkan Azas Tigor menyarankan, pihak KCI segera menangkap pelaku pelecehan seksual dan memberi hukuman tegas untuk memberikan efek jera agar kejadian pelecehan tidak terus terulang.

"Kalau ada kasus pelecehan seksual seperti ini, pelaku langsung ditangkap dan diproses. Jadi jangan cuma direkam segala macam, tidak cukup itu harus dijadikan bukti," paparnya.

Penangkapan pelaku pelecehan seksual di kereta merupakan langkah tegas agar para pelaku kejahatan seksual tidak melakukan hal itu kembali.

"Tangkap orangnya, proses secara hukum. Supaya orang pada takut kalau melakukan itu di kereta atau di angkutan umum. Supaya ada efek jera," ujarnya.

Azas Tigor menilai, permasalahan kasus pelecehan dan kekerasan seksual di dalam kereta commuter line tidak pernah selesai karena tidak ada ketegasan dari KCI kepada para pelaku.

"Selama ini kejadian terus. Ya karena kurang tegas penegakannya terhadap pelaku. Makanya para pengelola layanan angkutan umum massal itu harus bangun sistem kerjasama penanganan kasus pelecehan seksual di angkutan umum, supaya ditangkap dan diproses," tegasnya.