Bagikan:

NTB - Sebanyak 15 orang jaksa penuntut umum (JPU) mengawal sidang kasus dugaan korupsi dana kredit usaha rakyat (KUR) senilai Rp29,6 miliar untuk 789 petani di Lombok Timur dan Lombok Tengah.

Kasus dugaan korupsi dengan terdakwa Amirudin (AM) dan Lalu Irham (IR) itu berlangsung di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB).

"Iya, ada 15 jaksa masuk dalam daftar penuntut umum untuk persidangan terdakwa atas nama AM dan IR," kata Kepala Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Mataram I Wayan Suryawan di Mataram, NTB, Senin 20 Februari, disitat Antara.

Adapun 15 JPU tersebut adalah I Wayan Suryawan, Yustika Dewi, Sesarto Putra, Dian Purnama, Burhanuddin, Budi Tridadi Wibawa, Hasan Basri, Fahar Alamsyah Malo, Ema Muliawati, Indrawan Pranacitra, I Komang Prasetya, dan Ahmad Bayhaqi.

"Jaksa yang masuk dalam daftar penuntut umum ini berasal dari delegasi Kejati NTB dan Kejari Mataram," ujarnya.

Juru Bicara PN Mataram Kelik Trimargo mengatakan perkara korupsi dana KUR untuk dua terdakwa telah terdaftar di PN Mataram.

Untuk perkara atas nama terdakwa Amirudin, terdaftar dengan nomor: 5/Pid.Sus-TPK/2023/PN Mtr. Sedangkan untuk terdakwa Lalu Irham terdaftar dengan nomor: 6/Pid.Sus-TPK/2023/PN Mtr.

"Kedua perkara terdaftar tanggal 14 Februari 2023," ucap Kelik.

Lebih lanjut, dia mengatakan Ketua PB Mataram telah menetapkan agenda sidang perdana untuk kedua perkara tersebut pada Selasa 22 Februari di PN Tipikor Mataram.

"Iya, sidang perdana akan digelar Selasa besok," katanya.

Dalam perkara ini terungkap kedua terdakwa memiliki peran berbeda. Untuk terdakwa Amirudin merupakan mantan pejabat dari perbankan konvensional yang bertugas menyalurkan dana KUR. Sedangkan Lalu Irham, seorang bendahara dari Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) NTB yang berperan sebagai pemilik CV ABB.

Dari dakwaan, jaksa penuntut umum menerapkan sangkaan Pasal 2 dan/atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Dalam kasus ini juga telah muncul kerugian negara Rp29,6 miliar. Angka tersebut merupakan hasil hitung Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan NTB.

Menurut ahli, angka tersebut muncul dari adanya pembelian sejumlah alat sarana pertanian (alsintan) yang diduga tidak sesuai perencanaan.

Proyek penyaluran ini pun kali pertama muncul dari adanya kerja sama antara bank konvensional, yakni PT BNI Cabang Mataram dengan PT SMA dalam penyaluran dana KUR untuk masyarakat petani di Lombok.

Perjanjian kerja sama kedua pihak tertuang dalam surat Nomor: Mta/01/PKS/001/2020. Dalam surat tersebut PT SMA dengan PT BNI sepakat untuk menyalurkan dana KUR ke kalangan petani di Lombok Timur dan Lombok Tengah. Jumlah petani yang terdaftar sebagai penerima sebanyak 789 orang.

Dari adanya kesepakatan tersebut, PT SMA pada September 2020, menunjuk CV ABB milik terdakwa Lalu Irham untuk menyalurkan dana KUR kepada petani.

Legalitas CV ABB melaksanakan penyaluran, sesuai yang tertuang dalam surat penunjukan Nomor: 004/ADM.KUR-SMA/IX/2020.

Keberadaan CV ABB dalam penyaluran ini pun terungkap karena ada rekomendasi dari HKTI NTB yang berada di bawah pimpinan Wakil Bupati Lombok Timur Rumaksi.

Dalam rangkaian penyidikan, kejaksaan telah melakukan pemeriksaan para pihak terkait. Saksi yang terkonfirmasi hadir dari pengurus HKTI NTB, termasuk Wakil Bupati Lombok Timur Rumaksi sebagai ketua.

Selain dari pihak HKTI, saksi yang pernah hadir ke hadapan penyidik berasal dari PT BNI, pihak yang memfasilitasi proses penyaluran bantuan dalam bentuk dana.

Begitu juga dengan CV ABB, perusahaan yang memberikan pendampingan kepada penerima dari kalangan kelompok tani dalam mengelola dana bantuan tersebut.

Untuk kalangan penerima, penyidik kejaksaan telah merampungkan pemeriksaan bersama ahli audit kerugian negara. Hasil pemeriksaan yang kemudian menjadi bekal penghitungan kerugian negara.

Terkait peran PT SMA dengan direktur seorang anak pejabat negara berinisial JR, pihak yang membuat kesepakatan kerja sama di awal dengan PT BNI, kejaksaan hingga kini belum memberikan keterangan.