Bagikan:

LEBAK - Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto membalas pernyataan Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang heran dengan munculnya dorongan mengubah sistem pemilu menjadi proporsional tertutup.

Hasto menilai SBY seakan lupa dengan sejarah belasan tahun lalu. Saat SBY masih menjabat sebagai kepala negara, kader Partai Demokrat mengubah sistem proporsional tertutup menjadi terbuka.

"Pak SBY lupa bahwa pada bulan Desember tahun 2008, dalam masa pemerintahan beliau, justru beberapa kader Demokrat yang melakukan perubahan sistem proporsional tertutup menjadi terbuka melalui mekanisme judicial review," kata Hasto di Lebak, Banten, Minggu, 19 Februari.

Hasto menyebut, perubahan sistem pemilu yang dilakukan era SBY pun hanya sekitar 4 bulan menjelang pelaksanaan Pemilu 2009. Menurut Hasto, perubahan sistem pemilu era SBY dilakukan untuk memenangkan Demokrat dalam kontestasi politik.

“Dengan melakukan segala cara akhirnya Partai Demokrat mengalami kenaikan 300 persen. Sehingga mustahil dengan sistem multi partai yang kompleks suatu partai bisa menaikkan suaranya bisa 300 persen, dan itu tidak mungkin terjadi tanpa kecurangan masif, tanpa menggunakan beberapa elemen dari KPU yang seharusnya netral," beber Hasto.

Lagipula, lanjut Hasto, uji materi perubahan sistem pemilu terbuka menjadi tertutup yang kini diproses di Mahkamah Konstitusi (MK) bukan diajukan oleh kader partai, melainkan beberapa warga negara.

“Judical review sekarang tidak dilakukan oleh partai karena PDI Perjuangan juga tidak punya hak, tidak punya legal standing untuk melakukan judicial review," sebutnya.

Lewat keterangan tertulisnya, SBY mengaku heran sistem pemilu ingin diubah ketika tahapan pesta demokrasi sudah dimulai. "Tepatkah di tengah perjalanan yang telah direncanakan dan dipersiapkan dengan baik itu, utamanya oleh partai-partai politik peserta pemilu, tiba-tiba sebuah aturan yang sangat fundamental dilakukan perubahan?" ungkap SBY.

Menurut SBY, lembaga-lembaga negara, baik eksekutif, legislatif maupun yudikatif tidak boleh begitu saja menggunakan kekuasaan yang dimilikinya dan kemudian melakukan perubahan yang sangat mendasar yang berkaitan dengan hajat hidup rakyat secara keseluruhan.

Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat ini juga berpendapat, mengubah sistem pemilu itu bukan keputusan dan kebijakan biasa atau lazim dilakukan dalam proses dan kegiatan manajemen nasional.

Karena itu, SBY menekankan bahwa masyarakat perlu diajak bicara terkait kedua sistem pemilu, baik terbuka maupun tertutup, mulai dari mekanisme hingga dampak implementasinya.

"Kita harus membuka diri dan mau mendengar pandangan pihak lain, utamanya rakyat. rakyat memang sangat perlu diberikan penjelasan yang gamblang tentang rencana penggantian sistem pemilu itu. Apanya yang berbeda antara sistem terbuka dengan sistem tertutup," urai SBY.