JAKARTA - Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY buka suara soal gugatan penerapan kembali sistem proporsional tertutup dalam Pemilu 2024. Gugatan UU Pemilu itu masih berlangsung di Mahkamah Konstitusi (MK).
"Sudah lama saya tidak bicara soal politik. Saya mulai tertarik dengan isu penggantian sistem pemilu, dari sistem proporsional terbuka menjadi sistem proporsional tertutup," kata SBY dalam keterangannya, dikutip Minggu, 19 Februari.
SBY pun mengaku heran sistem pemilu ingin diubah ketika tahapan pesta demokrasi sudah dimulai. "Tepatkah di tengah perjalanan yang telah direncanakan dan dipersiapkan dengan baik itu, utamanya oleh partai-partai politik peserta pemilu, tiba-tiba sebuah aturan yang sangat fundamental dilakukan perubahan?" ungkap SBY.
Menurut SBY, lembaga-lembaga negara, baik eksekutif, legislatif maupun yudikatif tidak boleh begitu saja menggunakan kekuasaan yang dimilikinya dan kemudian melakukan perubahan yang sangat mendasar yang berkaitan dengan hajat hidup rakyat secara keseluruhan.
Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat ini juga berpendapat, mengubah sistem pemilu itu bukan keputusan dan kebijakan biasa atau lazim dilakukan dalam proses dan kegiatan manajemen nasional.
Karena itu, SBY menekankan bahwa masyarakat perlu diajak bicara terkait kedua sistem pemilu, baik terbuka maupun tertutup, mulai dari mekanisme hingga dampak implementasinya.
"Kita harus membuka diri dan mau mendengar pandangan pihak lain, utamanya rakyat. rakyat memang sangat perlu diberikan penjelasan yang gamblang tentang rencana penggantian sistem pemilu itu. Apanya yang berbeda antara sistem terbuka dengan sistem tertutup," urai SBY.
BACA JUGA:
Dalam perkara di MK ini, penggugat meminta agar pemilu menerapkan sistem proporsional tertutup sehingga calon legislatif tidak lagi dipilih langsung rakyat tetapi melalui partai politik.
Putusan perkara soal UU Pemilu ini akan segera diumumkan MK dalam beberapa waktu ke depan.
"Mereka harus tahu bahwa kalau yang digunakan adalah sistem proporsional tertutup, mereka harus memilih parpol yang diinginkan. Selanjutnya partai politiklah yang hakikatnya menentukan kemudian siapa orang yang akan jadi wakil mereka. Sementara, jika sistem proporsional terbuka yang dianut, rakyat bisa memilih partainya, bisa memilih orang yang dipercayai bisa menjadi wakilnya," tandasnya.