Bagikan:

JAKARTA - Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Atnike Nova Sigiro menyebut pihaknya menghormati vonis mati yang dijatuhkan kepada eks Kadiv Propam Polri, Ferdy Sambo, oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.

"Menyikapi putusan sidang kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat terhadap terdakwa Ferdy Sambo yang dijatuhi hukuman mati di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Komnas HAM menghormati proses dan putusan hukum yang telah diambil oleh hakim, dan memandang bahwa tidak seorang pun yang berada di atas hukum," kata Atnike dalam keterangannya, Senin, 13 Februari.

Menurut Atnike, tindakan Sambo sebagai otak kasus pembunuhan Yosua alias Brigadir J merupakan kejahatan yang serius.

Selain terbukti melakukan perencanaan pembunuhan, Ferdy Sambo telah melakukan obstruction of justice (penghalangan atas keadilan/perintangan penyidikan). Terlebih dengan menggunakan kewenangannya sebagai aparat penegak hukum.

"Komnas HAM turut merasakan duka dan kehilangan yang dirasakan oleh keluarga korban almarhum Nofriansyah Yosua Hutabarat," ungkap dia.

Atnike membenarkan bahwa hak hidup seseorang merupakan hak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun (non-derogable rights). Namun, ia juga mengakui hukum Indonesia masih menerapkan pidana hukuman mati.

Karenanya, Komnas HAM berharap hukuman mati bisa dihapuskan dalam putusan hukum pengadilan pada kasus-kasus lain ke depannya.

"Komnas HAM mencatat bahwa dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru, hukuman mati bukan lagi menjadi hukuman pidana pokok, dan berharap agar penerapan hukuman mati ke depan dapat dihapuskan," ujar Atnike.

Ferdy Sambo dijatuhi vonis mati dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J pada hari ini, Senin, 13 Februari. Bekas Kadiv Propam itu terbukti bersalah.

"Terdakwa Ferdy Sambo telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana, turut serta melakukan pembunuhan berencana... secara bersama-sama," ujar Hakim Ketua Wahyu Iman Santosa dalam sidang pembacaan putusan Ferdy Sambo di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin, 13 Februari.

Dalam putusannya, majelis hakim yakin Ferdy Sambo telah melanggar Pasal 340 KUHP juncto Pasal 55 Ayat 1 ke (1) KUHP.

Menurut Majelis hakim mempertimbangkan hal yang meringankan dan memberatkan ketika menjatuhkan putusan untuk Ferdy Sambo ini.

Hal yang memberatkan Ferdy dianggap berbelit ketika memberikan kesaksian. Dia juga melakukan tindak pidana kepada ajudan sendiri dan menimbulkan kegaduhan luar biasa.

Selain itu, Ferdy Sambo juga dinilai mencoreng dan menyeret banyak anggota polisi kepada kasus hukum. Kemudian, tak mengakui perbuatannya.

"Tidak ada hal yang meringankan," kata hakim ketua.