Bagikan:

JAKARTA - Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak cerita ada pelecehan atau kekerasan seksual yang menimpa Putri Candrawathi di Magelang. Tuduhan yang dijadikan alasan Ferdy Sambo untuk merancang pembunuhan berencana Brigadir J.

Dalam pertimbangannya, Hakim Ketua Wahyu Iman Santosa melihat tidak adanya bukti pendukung yang membuat cerita Ferdy Sambo soal dugaan pelecehan itu.

Ketua majelis lalu membeberkan sejumlah alasan kenapa dia tidak setuju dengan tuduhan itu.

"Tindakan pelecehan seksual dan perkosaan akan mendatangkan trauma yang mendalam bagi korban. Korban pelecehan seksual dan perkosaan dapat mengalami stres akibat pengalaman traumatis yang dialaminya," kata Hakim Ketua Wahyu Iman Santosa di PN Jaksel, Senin 13 Februari.

Biasanya, korban pelecehan seksual akan mengalami lima tahapan kesedihan setelah peristiwa kelam itu. Korban biasanya akan menyangkal telah terjadi pelecehan.

"Ini biasanya pertahanan diri yang bersifat sementara yaitu dengan perasaan tidak percaya tidak menerima bahwa dirinya mengalami kekerasan seksual," beber hakim.

Lalu korban juga akan muncul perasaan marah dan benci. Korban biasanya tidak bisa menerima kalau kejadian itu terjadi pada dirinya.

Hakim menjelaskan, kondisi yang terjadi pada Putri justru sangat bertolak belakang.

"Perilaku Putri Candrawati yang mengaku sebagai korban justru bertentangan dengan profil korban menuju proses pemulihan tindakan Putri Candrawati memanggil dan menemui Noviansyah Yosua Hutabarat di kamarnya adalah terlalu cepat untuk seorang korban kekerasan seksual terhadap pelaku kekerasan seksual," beber dia.

"Akibat pidana kekerasan seksual proses pemulihan yang membutuhkan waktu yang cukup panjang tidak bisa sekejap mata bahkan tidak jarang ada korban yang menyerah sehingga mengakibatkan korban mengakhiri hidupnya," tegas hakim dalam agenda sidang pembacaan vonis Ferdy Sambo.