JAKARTA - Tidak ada kasus pelecehan atau pemerkosaan di Magelang. Majelis hakim tak menemukan bukti secuil pun. Malah latar belakang Yosua atau Brigadir J terbunuh karena perasaan sakit hati Putri Candrawathi.
Pasutri Ferdy Sambo dan Putri memang sudah menerima vonis maksimal dari majelis hakim PN Jaksel. Hukuman mati dan 20 tahun penjara untuk mereka.
Tapi analisis yuridis majelis hakim justru menimbulkan pertanyaan besar. Hakim menolak dugaan pelecehan dan malah mengedepankan motif sakit hati dari Putri Candrawathi.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim yakin tak ada unsur pelecehan seksual atau pemerkosaan dalam rangkaian kasus dugaan pembunuhan berencana Yosua alias Brigadir J.
Dari berbagai fakta persidangan dan alat butki yang dilampirkan, motif pembunuhan justru mengarah ke sakit hati Putri Candrawathi dengan sikap atau perbuatan Brigadir J.
"Sehingga motif yang lebih tepat menurut majelis hakim adanya perbuatan atau sikap korban Nofriansyah Yosua Hutabarat, di mana perbuatan atau sikap korban Nofriansyah Yosua Hutabarat tersebut yang menimbulkan perasaan sakit hati yang begitu mendalam terhadap Putri Candrawathi," ujar Ketua Wahyu Iman Santosa dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin, 13 Februari.
Selama persidangan, Putri Candrawathi mengaku diperkosa Brigadir J di rumah Magelang, pada 7 Juli.
Tetapi, tak ada satupun fakta pendukung untuk membuktikan pengakuan tersebut semisal visum et repertum.
Sejauh ini, Putri hanya mengklaim memiliki bukti visum psikologi yang menjelaskan bila ia mengalami stres dan traumatik setelah menjadi korban pelecehan.
Hanya, istri Ferdy Sambo itu menujukan hal yang berbanding terbalik. Sebab, ia masih berada dalam satu mobil dengan Brigadir J saat pulang ke Jakarta dari Magelang.
"Berdasarkan uraian pertimbangan di atas majelis tidak memperoleh keyakinan yang cukup bahwa korban Nofriansyah Yosua Hutabarat telah melakukan pelecehan seksual atau perkosaan atau lebih dari itu kepada Putri Candrawathi," sebutnya dalam sidang putusan Ferdy Sambo.
"Sehingga terhadap adanya alasan demikian patut dikesampingkan," kata Hakim Wahyu.
BACA JUGA:
Pertimbangan lain juga disampaikan Hakim Anggota perkara Putri, Alimin Ribut Sudjono. Katanya, motif terdakwa mengarang cerita adanya dugaan pelecehan memang belum terungkap dengan gamblang.
"Mengapa terdakwa harus membuat cerita yang menyesatkan sedemikian rupa sehingga membuat Ferdy Sambo suaminya begitu marah, dan terpicu merancang pembunuhan terhadap korban Yosua sehingga terdakwa tidak bisa kembali dan terjebak ceritanya sendiri. Akibatnya terdakwa justru terlibat menjadi bagian turut serta dalam rencana pembunuhan korban Yosua," beber Alimin.
"Padahal, sebelumnya hubungan terdakwa dengan korban sangat dekat dan baik. Bukti terdakwa sempat memuji korban Yosua dengan mengambail foto korban Yosua saat menyetrika, serta mengirimkan kepada keluarga korban di Jambi," lanjutnya.
Hakim heran karena tiba-tiba saja Putri berubah sikapnya kepada Yosua. Mengarang cerita kepada Ferdy Sambo yang akhirnya menghilangkan nyawa Yosua.
Adapun, Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi selalu menyebut bila Brigadir J telah melakukan pelecehan sekual atau pemerkosaan di rumah Magelang, pada 7 Juli.
Bahkan, hal itu yang ditekankan Ferdy Sambo menjadi motif di balik aksi penembakan yang berujung tewasnya Brigadir J.
Kini yang jadi pertanyaan, apa yang dilakukan Yosua hingga Putri merasa sakit hati yang berujung fatal?