JAKARTA – Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo ketika rapat bersama Komisi III DPR pada 24 Agustus 2022 sempat memberikan penjelasan singkat terkait motif kasus kematian Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat. Dia memastikan hanya ada dua motif yang didalami, dugaan pelecehan seksual dan perselingkuhan.
Saat mendapat laporan dari Putri Candrawathi mengenai peristiwa kesusilaan tersebut, amarah Ferdy Sambo mencuat hingga terjadilah peristiwa penembakan Yosua pada 8 Juli 2022 di rumah dinas Duren Tiga, Jakarta Selatan.
“Tidak ada isu di luar itu (pelecehan atau perselingkuhan),” kata Listyo Sigit.
Namun, hingga saat ini, publik masih bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi di Magelang satu hari sebelum kematian Yosua. Bila benar terjadi pelecehan, mengapa pihak kepolisian tetap menggelar pemakaman Yosua secara kedinasan.
“Kalau seandainya dia seperti yang Saudara tadi sampaikan, melakukan pelecehan seksual kepada Saudara, tentunya dia tidak mendapatkan hal itu," kata hakim pada sidang 12 Desember 2022.
Lalu, lanjut hakim, mengapa pula pihak kepolisian sampai harus menghentikan laporan kasus pelecehan Putri Candrawathi yang sudah masuk ke Polres Jakarta Selatan?
"Mohon maaf, Yang Mulia, mohon izin, yang terjadi adalah memang Yosua melakukan kekerasan seksual, pengancaman, dan penganiayaan, dan membanting saya tiga kali ke bawah, itu yang benar-benar terjadi," ucap Putri sambil menangis.
"Kalaupun Polri memberikan pemakaman seperti itu, saya juga tidak tahu, mungkin ditanyakan kepada institusi Polri kenapa bisa memberikan penghargaan kepada orang yang sudah melakukan perkosaan dan penganiayaan serta pengancaman kepada saya selaku Bhayangkari," imbuhnya.
Hakim terus menggali pengakuan Putri tersebut. Sebab, tiga orang yang berada di rumah Magelang, yakni Susi, Ricky Rizal, dan Kuat Maruf mengaku tidak mengetahui persis peristiwa pelecehan yang dilakukan Yosua kepada Putri.
Susi, asisten rumah tangga Ferdy Sambo, pada sidang 9 November 2022, mengaku tidak mengetahui Yosua telah melakukan pelecehan seksual kepada Putri Candrawathi.
Ricky pada sidang 5 Desember 2022, mengaku baru mengetahui telah terjadi pelecehan seksual di Magelang terhadap Putri Candrawathi dari Ferdy Sambo ketika sudah sampai di Rumah Saguling, Jakarta pada 8 Juli 2022. Dia bahkan tak percaya Yosua berani melakukan hal tersebut.
“Dilecehkan? Kapan dilakukannya? Terus apa bentuk pelecehannya?” ujar Ricky menceritakan percakapannya dengan Ferdy Sambo di hadapan majelis hakim.
Begitupun Kuat Maruf, asisten rumah tangga Ferdy Sambo lainnya. Pada 4 Juli 2022, Kuat memang melihat Yosua akan membopong Putri Candrawathi yang tengah kurang enak badan. Memindahkannya dari sofa ke kamar.
Namun, menurut Kuat pada sidang 5 Desember 2022, “Itu bukan pelecehan seksual.”
Kuat sempat melarang. Kemudian Yosua pergi dan kembali lagi bersama Richard Eliezer yang siap membantunya membopong, tetapi Putri Candrawathi memberikan reaksi tak mau diangkat.
Sedangkan pada 7 Juli 2022, Kuat mengaku tidak mengetahui persis pelecehan seksual tersebut. Dia hanya melihat Putri Chandrawati terduduk lemah di depan kamar mandi lantai dua rumah Magelang.
Selain tidak adanya saksi, Putri Candrawathi juga tidak berupaya membuktikan pelecehan yang dialaminya lewat visum. Dengan background pendidikan sebagai dokter, Putri tak sewajarnya mengabaikan prosedur kesehatan bila pelecehan seksual tersebut benar terjadi.
Dalam keseharian, menurut hakim, Putri padahal tergolong taat menjalankan prosedur kesehatan, “Datang saja harus swab PCR. Tapi kenapa berkebalikan dengan peristiwa di Magelang.”
“Kenapa saudara tidak pernah pergi ke dokter atau paling tidak periksa diri?" tanya hakim pada sidang 11 Januari 2022.
"Yang Mulia, sebenarnya setelah kejadian saya itu hanya bisa diam dan tak bisa berkata apa-apa, karena saya bingung dan malu dengan apa yang terjadi pada saya. Dan saya tidak tahu harus bagaimana sebenarnya," jawab Putri.
Butuh Pembuktian Lanjutan
Tidak adanya saksi dan hasil visum bukan berarti Putri Candrawathi hanya mengarang cerita telah mengalami pelecehan seksual. Sebab, menurut Ahli hukum pidana Mahrus Ali, dalam perspektif victimology korban pelecehan seksual itu tidak semuanya punya keberanian untuk melapor.
Korban lazimnya merasa khawatir mengalami victim blaming. Bukannya melindungi, masyarakat justru cenderung memberi respon negatif dengan menyalahkan korban. Terlebih dalam status sosialnya, Putri Candrawathi adalah istri perwira polisi berpangkat jenderal bintang dua.
Sehingga, tetap butuh pembuktian lanjutan. Mahrus yang menjadi saksi ahli meringankan untuk terdakwa Ferdy Sambo mengatakan pembuktian bisa melalui tes psikologi.
"Psikologi bisa menjelaskan itu, apa contohnya? Orang yang diperkosa pasti mengalami trauma, enggak ada setelah diperiksa itu ketawa-tawa," tuturnya pada sidang 22 Desember 2022.
Ahli psikologi forensik dari Asosiasi Psikolog Forensik Indonesia (Apsifor), Reni Kusumowardhani, pada sidang sebelumnya telah menyimpulkan pernyataan Putri Candrawathi terkait pelecehan seksual yang dialaminya laik dipercaya.
Dari hasil pemeriksaan, kecerdasan Putri tergolong masih di taraf rata-rata orang seusianya. Namun, kemampuan dalam menangkap, mengolah, dan menyimpan informasi serta mengungkapkan kembali apa yang diingatnya tergolong sangat baik.
Putri Candrawathi bisa mengembangkan pemikiran yang logis dan rasional. Memahami stimulus sosial dari lingkungan untuk bisa merespon secara tepat dan sesuai menurut keyakinannya.
“Putri memiliki pemahaman tentang nilai sosial yang baik, tetapi dalam kondisi tertentu perencanaan perilakunya di lingkungan sosial tergolong kurang. Dalam arti, kurang merespon lingkungan, termasuk pada saat menghadapi satu masalah dalam kehidupannya,” kata Reni pada sidang 21 Desember 2022.
Itulah mengapa, Putri Candrawathi memiliki kebutuhan tinggi terhadap figur yang mampu memberikan rasa aman kepadanya. Reni menyebut, “Ada semacam dependensi secara emosional kepada orang yang bisa menjadi objek bergantungnya. Dalam hal ini, seperti kepada orangtuanya, kepada suaminya, kepada ajudan-ajudan yang dipercayai bisa juga jika ajudan itu memberikan rasa aman kepada dirinya. Dia akan percaya kepada orang tersebut.”
“Begitupun terkait hal-hal bersifat sensitif yang bisa mengakibatkan rasa malu, rasa takut, kewibawaan terancam, itu akan selektif, tapi mencari rasa amannya menjadi satu pola yang memang ada dalam kepribadiannya,” tambah Reni.
Namun, Reni menekankan tetap butuh pendalaman hukum lebih lanjut. “Keputusan mengenai ini (pelecehan seksual) pasti terjadi atau tidak pasti terjadi, tentunya tidak dalam kapasitas kami, namun petunjuk ke arah sana."
Surat keterangan psikolog merupakan alat bukti surat yang sah menurut Pasal 24 ayat (3) huruf a Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).
Keterangan Putri Candrawathi sebagai korban pelecehan seksual dan bukti surat psikolog, bila mengacu Pasal 25 ayat (1) UU TPKS cukup untuk membuktikan pembelaan dirinya. Tinggal bagaimana keyakinan hakim yang memutuskan.
“Keterangan saksi dan/atau korban cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah jika disertai dengan satu alat bukti sah lainnya dan hakim memperoleh keyakinan bahwa benar telah terjadi tindak pidana dan terdakwalah yang bersalah melakukannya,” bunyi Pasal 25 ayat (1) UU TPKS seperti yang tertulis dalam buku.
BACA JUGA:
Namun pakar Hukum Pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menafsirkan, sistem pembuktian tersebut bisa digunakan ketika pelakunya masih hidup.
Dalam kasus Putri Candrawathi, menurut Fickar, tetap harus mencari bukti pembanding lain, tak cukup hanya dengan keterangan korban. “Saya yakin hakim punya pertimbangan soal hal tersebut."
Terdakwa Putri Candrawathi akan menjalani sidang lanjutan kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pekan depan. Agenda sidang telah memasuki tahap pembacaan tuntutan hukum oleh jaksa penuntut umum.