Bagikan:

JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) menginginkan agar penerusnya berani melanjutkan upaya hilirisasi industri, baik di sektor tambang, perkebunan, maupun pertanian demi menjadikan Indonesia sebagai negara berdaulat.

Jokowi tegas menyampaikan itu dalam pidatonya saat HUT ke-50 Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan atau PDIP di JIExpo Kemayoran, Jakarta Pusat pada 10 Januari lalu.

Sudah lebih dari 400 tahun sejak zaman penjajahan, hasil bumi Indonesia seolah diperas oleh pihak asing. Dibawa keluar, diolah, kemudian dijual kembali dengan keuntungan yang berlipat ganda. Sementara, Indonesia tidak mendapatkan nilai tambah yang berarti. Hanya sedikit pajak, royalti, dan deviden untuk negeri. Lapangan kerja untuk rakyat pun sulit didapat.

Kini, sudah seharusnya Indonesia berubah. Bung Karno pada 1965, kata Jokowi, sudah mengamanatkan menolak ketergantungan kepada imperialisme, memperluas kerjasama yang sederajat dan saling menguntungkan, “Supaya kita tidak bisa didikte dan tidak menggantungkan diri kepada negara manapun. Inilah yang ingin kita lakukan berdikari, berdikari, berdikari.”

Sejauh ini, menurut Jokowi, sejumlah aset besar sudah bisa diambil alih kembali. Seperti Freeport yang telah dikuasai perusahaan Amerika selama 50 tahun, Jokowi mengklaim, “Dalam 3 tahun terakhir mayoritas saham sekitar 51,2 persen sudah kita miliki. Bahkan, 98 persen pekerjanya adalah warga negara Indonesia, 41 persen di antaranya adalah dari tanah Papua saat ini.”

“Apa yang kita inginkan dari pengambilalihan ini adalah hilirisasi industri, jangan sampai tambangnya ada di Papua, industrinya ada di Jepang atau Spanyol, kita enggak dapat apa-apa,” tutur Jokowi.

Sejak tiga tahun terakhir, Presiden Jokowi mengklaim telah mengambil alih mayoritas saham milik Freeport. (Antara)

Juga Blok Rokan yang sudah 97 tahun dikelola Chevron Amerika Serikat dan Blok Mahakam yang 43 tahun dikelola oleh perusahaan asal Prancis, Total. Kini, pengelolaan sudah berpindah ke Pertamina.

“Apa yang saya lihat di lapangan, 100 persen tenaga kerja di Blok Rokan adalah warga negara Indonesia, dan kemarin ada tambahan lagi 12.500 pekerja baru karena kita ingin mengebor lebih banyak lagi sumur-sumur yang ada,” kata Presiden Jokowi.

Namun, upaya terpenting dari hilirisasi industri bukan sekadar pengambil alihan aset, tetapi juga membangun sistem agar hasil bumi Indonesia dapat bermanfaat besar bagi kemajuan perekonomian negeri.

“Ekspor nikel sudah kita stop sejak 3 tahun lalu. Dulu, waktu masih mentah kita ekspor nilainya hanya hanya Rp17 triliun per tahun. Setelah kita stop, bisa menghasilkan kurang lebih Rp360 triliun per tahun. Ini baru nikel,” ucap Jokowi.

“Lalu bauksit, kita juga sudah umumkan stop pada Juni 2023 dan akan kita hilirisasi industri di dalam negeri. Saya enggak tahu perkiraan lompatannya, perkiraan kita nanti dari kurang lebih Rp20 triliun menjadi kurang lebih Rp60-70 triliun,” tambahnya.

Nikel dan bauksit, kemudian juga tembaga dan timah, menurut Jokowi, bisa menghasilkan barang jadi maupun setengah jadi yang dapat memberikan nilai tambah yang sebesar-besarnya, terutama lapangan kerja.

“Semuanya harus terintegrasi sehingga kita harapkan nantinya ini akan menjadi ekosistem bagi kendaraan listrik. Bisa memberikan masa depan yang cerah ke depannya, karena seluruh pasar negara-negara membutuhkan mobil listrik. Tetapi, tentu saja tahapannya akan masuk ke baterai listrik terlebih dahulu,” katanya.

Bila berjalan dengan baik, Jokowi yakin ekosistem baterai dan mobil listrik dapat memberikan nilai tambah ratusan kali lipat. Hilirisasi industri akan menjadi lompatan besar peradaban negara.

Harus Mampu Melawan Tekanan

Kendati begitu, bukan tanpa tantangan. Gugatan dari Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) muncul pasca penghentian ekspor nikel dan Indonesia telah dinyatakan kalah.

“Itulah perdagangan yang kadang-kadang menekan negara agar mereka ikut aturan main yang dibuat oleh negara-negara besar, sehingga kalau kita ekspornya hanya bahan mentah, sampai kiamat kita akan menjadi negara berkembang,” kata Jokowi.

“Meski kita ditakut-takuti soal Freeport, kita tetap terus. Nikel juga begitu. Meski kalah WTO, kita juga tetap terus. Justru, kita tambah stop bauksit, nanti pertengahan tahun kita akan stop lagi tembaga, kita harus berani,” Jokowi menegaskan.

Tidak boleh mundur karena kekayaan alam Indonesia adalah milik rakyat Indonesia dan digunakan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia.

Aktivitas pengangkutan bijih nikel ke kapal tongkang di salah satu perusahaan pertambangan di Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara pada 2019. (Antara/Jojon/ama)

“Saya pernah menyampaikan di KTT ASEAN-Uni Eropa, kemitraan itu harus setara dan tidak boleh ada pemaksaan, tidak boleh negara mana pun mendikte, dan tidak boleh negara-negara maju itu merasa bahwa standar mereka lebih bagus dari negara kita,” Jokowi mengisahkan.

Jokowi memang terus mengulang kisah tersebut. Dia ingin presiden selanjutnya juga berani melanjutkan perjuangannya. Tidak gampang ciut nyali, tidak gentar demi kepentingan bangsa dan demi kepentingan negara.

“Saya sangat senang sekali tadi ketua umum Ibu Megawati Soekarnoputri menyampaikan bahwa calonnya (Capres) adalah dari kader sendiri. Dan yang saya senang, mohon maaf, Bu Mega dalam memutuskan betul-betul sangat hati-hati, betul-betul tenang dan tidak grusa-grusu seperti yang lain-lainnya. Didesak-desak dari manapun tidak goyah, meskipun namanya sudah di kantongnya Bu Mega,” ujar Jokowi mengimbuhkan.