Menanti Tuntutan Hukuman untuk Istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi
Sidang proses pemeriksaan terhadap terdakwa Putri Candrawathi usai, agenda sidang selanjutnya pembacaan tuntutan hukum oleh Jaksa Penuntut Umum. (Antara/Sigid Kurniawan)

Bagikan:

JAKARTA – Terdakwa Putri Candrawathi, dalam pengakuannya di persidangan pada 11 Januari 2023, tidak pernah memahami kesalahan apa yang telah diperbuatnya hingga dia bisa duduk di kursi pesakitan. Padahal, dia lah yang menjadi korban kekerasan seksual.

“Sampai hari ini saya tidak tahu dimana salahnya saya. Saya tidak membunuh siapa-siapa,” ucap Putri dalam sidang kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 11 Januari lalu.

Ketika peristiwa penembakan terjadi, Putri Candrawathi mengaku sedang beristirahat di dalam kamar. Dia pun tidak mengetahui bila suaminya, Ferdy Sambo ikut datang ke Duren Tiga, rumah yang menjadi tempat kejadian perkara.

“Saya bagaikan sudah jatuh tertimpa tangga pula. Saya adalah korban kekerasan seksual dengan ancaman dan penganiayaan dari Yosua. Justru, saya harus dijadikan tersangka dalam kasus ini,” tutur terdakwa Putri Candrawathi sambil terisak.

Putri berharap ada jalan terbaik sehingga dia bisa berkumpul lagi dengan anak-anaknya. Mohon maaf saat ini tidak bisa membersamai, “Tidak bisa mendampingi momen-momen indah beberapa saat ini, karena saya masih di Rutan, tapi doa terbaik semoga selalu dilindungi oleh Tuhan Yang Maha Kuasa.”

Putri Candrawathi dan suaminya, Ferdy Sambo saat menjalani rekonstruksi pembunuhan Brigadir J pada 30 Agustus 2022. (Antara/Asprilla Dwi Adha)

“Saya titipkan anak-anak, mohon kiranya untuk pemberitaan-pemberitaan di luar sana, saya mohon untuk tidak menampilkan asumsi-asumsi yang negatif terhadap saya dan juga terhadap suami saya. Bagaimanapun juga saya punya keluarga, saya juga punya anak-anak dimana mereka masih dalam tahap pertumbuhan,” tutur Putri.

Sidang proses pemeriksaan terhadap terdakwa Putri Candrawathi sudah selesai. Agenda sidang berlanjut ke pembacaan requisitoir atau surat tuntutan hukum oleh jaksa penuntut umum pekan depan.

Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar berpendapat, jaksa penuntut umum tidak akan terlalu menghiraukan peristiwa pelecehan seksual yang dialami Putri.

Sebab, dalam fakta persidangan, kata Fickar, tidak ada saksi yang mendukung, tidak ada ahli yang bisa memberikan keterangan memperkuat, dan tidak ada surat sebagai bukti hasil visum. Sehingga, keterangan Putri Candrawathi hanya berdiri sendiri.

“Pepatahnya, satu saksi bukan saksi, karena soal pelecehan seksualnya hanya satu orang saja yang mengemukakan tanpa didukung alat bukti lain, maka dia tidak ada artinya apa-apa. Dia tidak akan berpengaruh, hakim tentunya akan mempertimbangkan itu,” kata Fickar kepada VOI, Kamis (12/1).

“Kalau betul ada pelecehan seksual, ada visumnya, ada upaya-upaya pembuktian, maka itu dapat jadi alasan yang meringankan. Tapi ini kan tidak, polisi saja menghentikan kasus pelecehan seksual yang pernah dilaporkannya. Ini yang juga nanti memberatkan. Termasuk juga memberatkan untuk Ferdy Sambo, menurut saya satu rangkaian,” lanjutnya.

Serupa Isi Surat Dakwaan

Fickar yakin kesimpulan jaksa secara garis besar sama dengan isi surat dakwaan bahwa Putri Candrawathi turut serta melakukan upaya pembunuhan berencana terhadap Yosua.

“Setelah melakukan pemeriksaan terhadap beberapa saksi, jaksa tidak menambah lagi saksinya. Artinya, jaksa sudah yakin itu terbukti berencana. Perencanaan pun terlihat ketika Ferdy Sambo memerintahkan orang pertama, Ricky yang tidak mau, lalu diganti dengan Eliezer, itu artinya sudah ada rencana. Ini sudah dibuktikan,” kata Fickar.

Sehingga, menurut Fickar, jaksa akan menuntut Putri Candrawathi dengan hukuman maksimal. Begitupun dengan Ferdy Sambo.

Kendati begitu, tetap harus memperhatikan dan mempertimbangkan pembuktian. Seseorang yang telah melanggar ketentuan pidana harus mendapat hukuman setimpal dengan kesalahannya.

Demikian pula untuk kepentingan terdakwa, harus diperlakukan secara adil sehingga tidak ada seorang yang tidak bersalah mendapat hukuman. Sebaliknya, kalau seseorang memang bersalah jangan sampai mendapat hukuman yang terlalu berat. Hukuman harus setimpal atau seimbang dengan kesalahannya.

Terdakwa Putri Candrawathi (tengah) saat menjalani persidangan. (VOI/Irfan Meidianto)

Isi surat tuntutan hukum lazimnya memuat kesimpulan penuntut umum berdasarkan proses pembuktian, yaitu apakah ketentuan atau pasal-pasal yang didakwakan kepada terdakwa terbukti atau tidak.

“Apabila terbukti maka telah disebutkan berapa lama ancaman hukumannya yang dapat dijatuhkan kepada terdakwa, tetapi sebaliknya apabila tidak terbukti maka penuntut umum dapat segera dimintakan bahwa agar terdakwa dibebaskan dari segala hukuman,” tulis Andi Muhammad Sofyan dan rekan dalam buku ‘Hukum Acara Pidana Edisi Ketiga’.

Jaksa penuntut umum sebelumnya mendakwa Putri dengan Pasal 340 subsider 338 Jo. Pasal 55 dan 56 KUHP dengan ancaman maksimal pidana mati atau pidana penjara seumur hidup.