Buntut Protes dan Pembakaran Al-Qur'an di Stockholm, Presiden Erdogan Sebut Swedia Jangan Berharap Dukungan Turki
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan (Wikimedia Commons/Kremlin.ru/The Russian Presidential Press and Information Office)

Bagikan:

JAKARTA - Presiden Recep Tayyip Erdogan pada Hari Senin mengatakan, Swedia seharusnya tidak mengharapkan dukungan Turki untuk keanggotaan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) setelah protes di dekat kedutaan Turki di Stockholm pada akhir pekan, termasuk pembakaran salinan Al-Qur'an.

Protes di Stockholm terhadap Turki dan pencalonan keanggotaan NATO Swedia pada Hari Sabtu, meningkatkan ketegangan dengan Turki, yang dukungannya dibutuhkan Swedia untuk bergabung dengan aliansi militer.

"Mereka yang mengizinkan penistaan agama seperti itu di depan kedutaan kami, tidak dapat lagi mengharapkan dukungan kami untuk keanggotaan NATO mereka," kata Presiden Erdogan dalam pidatonya setelah rapat kabinet, melansir Reuters 24 Januari.

"Jika Anda sangat mencintai anggota organisasi teroris dan musuh Islam serta melindungi mereka, maka kami menyarankan Anda untuk meminta dukungan mereka demi keamanan negara Anda," kritiknya.

Sementara itu, Menteri Luar Negeri Swedia Tobias Billstrom menolak untuk segera mengomentari pernyataan Presiden Erdogan, mengatakan kepada Reuters dalam sebuah pernyataan tertulis, dia ingin memahami dengan tepat apa yang telah dikatakan.

"Tetapi Swedia akan menghormati kesepakatan yang ada antara Swedia, Finlandia dan Turki mengenai keanggotaan NATO kami," tambahnya.

Terpisah, juru bicara Departemen Luar Negeri AS Ned Price mengatakan Finlandia dan Swedia siap untuk bergabung dengan aliansi tersebut, tetapi menolak berkomentar apakah Washington menganggap komentar Presiden Erdogan berarti menutup pintu bagi mereka.

"Pada akhirnya, ini adalah keputusan dan konsensus yang harus dicapai Finlandia dan Swedia dengan Turki," ujar Price.

Price mengatakan kepada wartawan, membakar kitab suci bagi banyak orang adalah tindakan yang sangat tidak sopan, menambahkan bahwa Amerika Serikat sadar mereka yang mungkin berada di belakang apa yang terjadi di Swedia, mungkin dengan sengaja mencoba melemahkan persatuan di seberang Atlantik dan di antara sekutu Washington di Eropa.

"Kami memiliki pepatah di negara ini - sesuatu bisa sah tetapi mengerikan. Saya pikir dalam kasus ini, apa yang telah kita lihat dalam konteks Swedia termasuk dalam kategori itu," sebut Price.

Diketahui, pembakaran Al-Qur'an dilakukan oleh Rasmus Paludan, pemimpin partai politik sayap kanan Denmark Hard Line. Paludan, yang juga berkewarganegaraan Swedia, pernah melakukan sejumlah demonstrasi di masa lalu di mana dia membakar Al-Qur'an.

Beberapa negara Arab termasuk Arab Saudi, Yordania dan Kuwait mengecam acara tersebut. Turki telah memanggil Duta Besar Swedia, membatalkan rencana kunjungan menteri pertahanan Swedia ke Ankara.

Swedia dan Finlandia tahun lalu mendaftar untuk bergabung dengan NATO setelah invasi Rusia ke Ukraina, tetapi semua 30 negara anggota harus menyetujui tawaran mereka.

Sementara, Ankara sebelumnya mengatakan, Swedia khususnya, harus terlebih dahulu mengambil sikap yang lebih jelas terhadap apa yang dilihatnya sebagai teroris, terutama militan Kurdi dan kelompok yang disalahkan atas upaya kudeta 2016 di Turki.