Protes di Peru Diwarnai Pembakaran Gedung Bersejarah hingga Penyerangan Bandara, PM Alberto Otarola: Ini Sabotase
Pengunjuk rasa melintas di depan polisi anti huru hara Peru yang berjaga di ibu kota Lima. (Wikimedia Commons/Mayimbú)

Bagikan:

JAKARTA - Ribuan pengunjuk rasa memadati ibu kota Peru saat kerusuhan menyebar, gedung-gedung dibakar, menuntut Presiden Boluarte untuk mengundurkan diri, marah dengan jumlah jumlah korban tewas yang meningkat sejak kerusuhan meletus bulan lalu dan menyerukan perubahan besar-besaran.

Dengan bus dan berjalan kaki, ribuan orang melakukan perjalanan ke Lima pada Hari Kamis, membawa bendera hingga spanduk yang mengecam pemerintah dan polisi, atas bentrokan mematikan di kota selatan Ayacucho dan Juliaca.

Polisi memperkirakan pengunjuk rasa sekitar 3.500 orang, tetapi yang lain berspekulasi jumlahnya lebih dari dua kali lipat.

Barisan polisi dengan perlengkapan anti huru hara berhadapan dengan pengunjuk rasa yang melemparkan batu di beberapa jalan. Satu bangunan bersejarah di pusat kota terbakar pada Kamis malam.

Gedung di Plaza San Martin itu kosong, ketika kobaran api besar terjadi tanpa penyebab yang diketahui, kata seorang komandan pemadam kebakaran kepada radio setempat.

plaza san martin
Protes di Plaza San Martin, Lima, Peru. (Wikimedia Commons/Mayimbú)

Sementara, perusahaan tambang yang berbasis di Kanada Hudbay mengatakan dalam sebuah pernyataan, pengunjuk rasa telah memasuki lokasi unit Peru, merusak dan membakar mesin dan kendaraan utama.

"Ini bukan protes; ini sabotase terhadap aturan hukum," kata Perdana Menteri Alberto Otarola Kamis malam bersama Presiden Dina Boluarte dan menteri pemerintah lainnya, melansir Reuters 20 Januari.

Menteri Dalam Negeri Vicente Romero membantah klaim yang beredar di media sosial, bahwa kebakaran di Lima disebabkan oleh granat gas air mata seorang petugas polisi.

Selama sebulan terakhir, protes yang terkadang mematikan telah menyebabkan kekerasan terburuk yang pernah dialami Peru dalam lebih dari dua dekade.

Banyak orang di daerah pedesaan yang lebih miskin melampiaskan kemarahan pada pemerintah Lima atas ketidaksetaraan dan kenaikan harga, menguji negara yang yang kaya tembaga tersebut.

Para pengunjuk rasa menuntut pengunduran diri Presiden Boluarte, pemilihan cepat hingga konstitusi baru.

protes peru
Protes di Lima, Peru. (Wikimedia Commons/Mayimbú)

"Kami ingin perampas Dina Boluarte mundur dan menyerukan pemilihan baru," kata pengunjuk rasa Jose De la Rosa.

Protes telah dipicu oleh penggulingan mantan Presiden sayap kiri Pedro Castillo pada 7 Desember, setelah ia mencoba menutup Kongres secara ilegal dan mengonsolidasikan kekuasaan.

Selain di ibu kota, bentrokan juga terjadi di kota lain. Di Arequipa selatan, polisi menembakkan gas air mata ke ratusan pengunjuk rasa yang mencoba mengambil alih bandara, televisi lokal menunjukkan, menyebabkan para pejabat mengumumkan penangguhan operasi di bandara Arequipa dan Cusco.

Presiden Boluarte mengatakan pada Kamis malam, bandara, serta satu di kota selatan Juliaca, telah diserang "secara bersama-sama."

"Semua kekuatan hukum akan jatuh pada orang-orang yang telah bertindak dengan vandalisme," tegas Presiden Boluarte.

Diketahui, korban tewas yang meningkat mencapai 45, menurut ombudsman pemerintah, dengan korban terbaru pada hari Kamis berasal dari wilayah Puno selatan, seorang wanita yang meninggal karena luka sehari sebelumnya. Sembilan kematian lainnya disebabkan oleh kecelakaan yang terkait dengan blokade protes.

Sementara itu, pejabat transportasi mengatakan ada blokade jalan di 18 dari 25 wilayah di Peru.

Polisi telah meningkatkan pengawasan terhadap jalan-jalan yang memasuki Lima dan para pemimpin politik menyerukan agar tenang.

Kelompok hak asasi manusia menuduh polisi dan tentara menggunakan senjata api yang mematikan dalam protes tersebut. Sementara, polisi mengatakan para pengunjuk rasa telah menggunakan senjata dan bahan peledak rakitan.