Bagikan:

JAKARTA - Presiden Jokowi telah menyatakan RI mengakui terjadinya 12 pelanggaran HAM berat. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyebutkan, sudah memberikan masukan kepada pemerintah sebelum pengakuan negara itu.

"Komnas HAM memberikan masukan beberapa prinsip yang perlu diperhatikan pemerintah dalam merealisasikan temuan laporan Tim PPHAM (Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu)," kata Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro di Jakarta, Rabu 18 Januari.

Selain kepada Jokowi, lanjutnya, Komnas HAM juga memberikan masukan kepada Tim PPHAM dan Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD.

Atnike mengatakan, hal itu guna merespons sejumlah pertanyaan dan pernyataan anggota Komisi III DPR terkait sikap Komnas HAM terhadap pengakuan 12 pelanggaran HAM berat masa lalu.

Pada dasarnya, lanjut Atnike, Komnas HAM tersebut menyambut baik sikap Presiden Jokowi atas pengakuan 12 pelanggaran HAM berat yang juga telah diselidiki Komnas HAM. Pengakuan itu merupakan bentuk adanya komitmen Pemerintah, sebagai pemangku kewajiban pemulihan hak korban, sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Poin atau masukan berikutnya yang disampaikan Komnas HAM kepada Jokowi, Tim PPHAM, dan Mahfud MD ialah agar Pemerintah menjamin peristiwa pelanggaran HAM berat serupa tidak kembali terulang di masa mendatang.

Pencegahan itu dapat dilakukan baik melalui tim perubahan hukum, perbaikan hukum, maupun upaya pendidikan publik atau pembangunan kesadaran masyarakat guna menghindari kekerasan.

Terkait pemulihan para korban pelanggaran HAM berat masa lalu, Komnas HAM menilai hal itu harus melibatkan para pemangku kepentingan dari kementerian dan lembaga pemerintah non-kementerian (K/L) terkait, termasuk Komnas HAM, Komnas Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), serta Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

Selain itu, Komnas HAM juga merekomendasikan agar pemulihan yang diberikan kepada korban sebaiknya dikonsultasikan terlebih dahulu, sebab mereka mengerti apa yang mereka alami atau butuhkan.

"Sejak awal kami berharap bantuan kepada korban tidak hanya belas kasihan, tapi pemulihan yang mengembalikan martabat korban," ujar Atnike.