Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga ada pihak lain yang ikut menikmati uang suap penanganan perkara di Mahkamah Agung (MA). Dugaan ini ditelisik dari enam saksi yang dipanggil, salah satunya staf Sekretariat MA Tri Mulyani.

"Didalami pula adanya aliran uang yang diterima oleh pihak terkait lainnya," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Senin, 16 Januari.

Selain itu, komisi antirasuah juga menelisik peran Hakim Yustisial Desy Yustria (DY) membagikan uang ke Hakim Agung nonaktif Gazalba dan Sudrajad Dimyati dari Tri dan kelima saksi lain. Mereka adalah dua karyawan swasta, Hardianko dan Naila Fitri.

Kemudian, diperiksa juga wiraswasta Riris Riska Diana, swasta bernama Fenny Lunardi, dan pensiunan, Teguh Sukarno. KPK ingin tahu proses penyerahan uang dari debitur Kredit Simpan Pinjam (KSP) Intidana, Heriyanto Tanaka untuk mengurusi perkara di MA tersebut.

"Para saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan aliran uang yang diterima tersangka SD dan tersangka GS sebagai Hakim Agung melalui perantaraan tersangka DY dkk dalam rangka memenuhi keinginan tersangka HT," ujar Ali.

Sebanyak 14 tersangka ditetapkan KPK dalam kasus suap pengurusan perkara di MA. Mereka ialah Hakim Yustisial, Edy Wibowo; Hakim Agung, Gazalba Saleh; Hakim Yustisial, Prasetio Nugroho; dan staf Gazalba, Redhy Novarisza.

Sepuluh lainnya yakni Hakim Agung, Sudrajat Dimyati; Hakim Yudisial atau panitera pengganti, Elly Tri Pangestu (ETP); dua aparatur sipil negara (ASN) pada Kepeniteraan MA, Desy Yustria (DY) dan Muhajir Habibie (MH); serta dua ASN di MA, Nurmanto Akmal (NA) dan Albasri (AB).

Kemudian, pengacara Yosep Parera (YP) dan Eko Suparno (ES) serta Debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana Heryanto Tanaka (HT), dan Debitur Koperasi Simpan Pinjam Ivan Dwi Kusuma Sujanto (IDKS).

Dari seluruh tersangka, hanya Gazalba yang mengajukan gugatan praperadilan ke PN Jakarta Selatan. Pengajuan dilakukan karena dia tak terima ditetapkan sebagai tersangka.