JAKARTA - Ketua Komisi B DPRD DKI Jakarta Ismail meminta Pemprov DKI untuk tidak langsung memberlakukan sistem jalan berbayar atau electronic roda pricing (ERP) pada 25 ruas jalan jika nantinya diimplementasikan.
Ismail meminta Pemprov DKI memahami bahwa kebijakan jalan berbayar memberatkan masyarakat karena harus merogoh kocek saat bermobilitas menggunakan kendaraan pribadi.
Karenanya, Ismail menyarankan, DKI memulai ERP dengan uji coba pada tiga ruas jalan terlebih dahulu. Mengingat, dalam perencanaan ERP beberapa tahun lalu, Pemprov DKI juga akan mengawalinya pada tiga ruas jalan.
"Ini sangat terkesan memberatkan kalaupun diterapkan (25 ruas jalan). Harusnya diuji coba di ruas-ruas tertentu. Kalau dulu, ide awal pada 2014 itu di tiga ruas jalan, kawasan Kuningan, Jalan Rasuna Said. Harusnya 3 jalan itu dulu," kata Ismail di Gedung DPRD DKI Jakarta, Senin, 16 Januari.
Dalam kesempatan itu, Ismail mengaku DPRD masih butuh penjelasan secara utuh mengenai rencana penerapan jalan berbayar ini, mulai dari urgensi hingga mekanisme implementasinya.
Bahkan, jika belum begitu dibutuhkan, Ismail menyarankan agar Pemprov DKI mengoptimalisasi upaya-upaya pengendalian lalu lintas untuk mengurai kemacetan yang sudah ada, seperti ganjil-genap.
"Kalau dia tujuannya adalah mengurai kemacetan, toh dengan mengoptimalkan ganjil genap. Itu sebenarnya kan bisa. Ruas-ruas jalan ditambah tanpa menimbulkan beban kepada masyarakat pengguna," tuturnya.
Sebagai informasi, draf Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pengendalian Lalu Lintas Secara Elektronik yang mengatur jalan berbayar telah disusun. Pemprov dan DPRD DKI juga telah melakukan pembahasan awal mengenai muatan dalam raperda, namun pembahasan pasal per pasal belum dilakukan.
Dilihat dalam draf raperda, ada 25 ruas jalan yang bakal dikenakan penerapan ERP, yakni Jalan Pintu Besar Selatan, Jalan Gajah Mada, Jalan Hayam Wuruk, Jalan Majapahit, Jalan Medan Merdeka Barat, Jalan MH Thamrin; Jalan Jenderal Sudirman, Jalan Sisingamangaraja, Jalan Panglima Polim, Jalan Fatmawati (Simpang Jalan Ketimun 1-Simpang Jalan TB Simatupang).
BACA JUGA:
Kemudian, Jalan Suryopranoto, Jalan Balikpapan, Jalan Kyai Caringin, Jalan Tomang Raya, Jalan Jenderal S Parman (Simpang Jalan Tomang Raya-Simpang Jalan Gatot Subroto), Jalan Gatot Subroto, Jalan MT Haryono, Jalan DI Panjaitan, Jalan Jenderal A Yani (Simpang Jalan Bekasi Timur Raya-Simpang Jalan Perintis Kemerdekaan), Jalan Pramuka, Jalan Salemba Raya, Jalan Kramat Raya, Jalan Pasar Senen, Jalan Gunung Sahari; dan, Jalan HR Rasuna Said.
Kemudian, pengendalian lalu lintas secara elektronik pada kawasan pengendalian lalu lintas secara elektronik berlaku setiap hari mulai 05.00 WIB-22.00 WIB.
Adapun kendaraan yang dikenakan tarif ERP adalah pengguna jalan yang menggunakan kendaraan bermotor dan kendaraan listrik. Terdapat sejumlah kendaraan yang dikecualikan dalam penerapan sistem jalan berbayar, di antaranya sepeda listrik, kendaraan bermotor umum plat kuning, kendaraan dinas operasional instansi pemerintah dan TNI/Polri kecuali/selain berplat hitam, kendaraan korps diplomatik negara asing, kendaraan ambulans, kendaraan jenazah, dan kendaraan pemadam kebakaran.
Besaran tarif layanan pengendalian lalu lintas secara elektronik dan penyesuaiannya ditetapkan dengan Peraturan Gubernur setelah mendapatkan persetujuan DPRD DKI Jakarta. Sementara ini, Dinas Perhubungan DKI mengusulkan ERP dikenakan tarif Rp5.000 hingga Rp19.000.