Bagikan:

JAKARTA - Anggota Fraksi NasDem DPRD DKI Jakarta Hasan Basri menyarankan agar pembahasan rancangan peraturan daerah (raperda) yang mengatur soal penerapan jalan berbayar atau electronic road pricing (ERP) di Jakarta ditunda.

Meskipun Raperda tentang Pengendalian Lalu Lintas Secara Elektronik (PL2SE) ini telah masuk dalam program pembentukan peraturan daerah (propemperda) tahun 2023, Hasan meminta pembahasannya ditunda hingga selesai Pemilu 2024. Sebab, menurutnya, rencana ERP menuai penolakan masyarakat.

"Yang menuai penolakan masyarakat ini kita undurkan dulu. Nanti, tahun depan atau setelah pemilu baru dibahas," kata Hasan kepada wartawan, Selasa, 17 Januari.

Lagipula, lanjut Hasan, Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD DKI Jakarta memiliki puluhan raperda lainnya yang juga masuk dalam target penyelesaian sepanjang tahun ini.

Hasan menjelaskan lebih lanjut mengenai alasan partainya menolak penerapan ERP. Hasan menilai, tak sepantasnya masyarakat harus merogoh kocek untuk melintasi ruas-ruas jalan umum. Mengingat, jalan tersebut dibangun menggunakan uang yang juga bersumber dari pajak masyarakat.

"Kalau jalan tol, itu kan dibangun oleh swasta. Jalan tol ambil pembayaran, ya wajar aja karena swasta sudah tambang modal di situ. Lah ini, 25 ruas jalan di Jakarta, ini kan pakai uang rakyat membangunnya. kenapa mereka harus bayar saat lewat situ?" urainya.

Lagipula, menurut dia, dengan adanya sistem ERP, kemacetan di Jakarta akan tetap ada. Kendaraan-kendaraan yang biasa melintasi 25 ruas tersebut, lanjut dia, hanya akan berpindah ke ruas jalan lainnya.

"Itu malah memindahkan kemacetan dari satu tempat ke tempat lain. Contohnya ganjil-genap. Saat berlaku jam sekian sampai jam sekian, banyak kendaraan yang lewat jalur alternatif terlebih dahulu," cecar Hasan.

Sebagai informasi, draf Raperda tentang Pengendalian Lalu Lintas Secara Elektronik yang mengatur jalan berbayar telah disusun. Pemprov dan DPRD DKI juga telah melakukan pembahasan awal mengenai muatan dalam raperda, namun pembahasan pasal per pasal belum dilakukan.

Dilihat dalam draf raperda, ada 25 ruas jalan yang bakal dikenakan penerapan ERP, yakni Jalan Pintu Besar Selatan, Jalan Gajah Mada, Jalan Hayam Wuruk, Jalan Majapahit, Jalan Medan Merdeka Barat, Jalan MH Thamrin; Jalan Jenderal Sudirman, Jalan Sisingamangaraja, Jalan Panglima Polim, Jalan Fatmawati (Simpang Jalan Ketimun 1-Simpang Jalan TB Simatupang).

Kemudian, Jalan Suryopranoto, Jalan Balikpapan, Jalan Kyai Caringin, Jalan Tomang Raya, Jalan Jenderal S Parman (Simpang Jalan Tomang Raya-Simpang Jalan Gatot Subroto), Jalan Gatot Subroto, Jalan MT Haryono, Jalan DI Panjaitan, Jalan Jenderal A Yani (Simpang Jalan Bekasi Timur Raya-Simpang Jalan Perintis Kemerdekaan), Jalan Pramuka, Jalan Salemba Raya, Jalan Kramat Raya, Jalan Pasar Senen, Jalan Gunung Sahari; dan, Jalan HR Rasuna Said.

Kemudian, pengendalian lalu lintas secara elektronik pada kawasan pengendalian lalu lintas secara elektronik berlaku setiap hari mulai 05.00 WIB-22.00 WIB.

Adapun kendaraan yang dikenakan tarif ERP adalah pengguna jalan yang menggunakan kendaraan bermotor dan kendaraan listrik. Terdapat sejumlah kendaraan yang dikecualikan dalam penerapan sistem jalan berbayar, di antaranya sepeda listrik, kendaraan bermotor umum plat kuning, kendaraan dinas operasional instansi pemerintah dan TNI/Polri kecuali/selain berplat hitam, kendaraan korps diplomatik negara asing, kendaraan ambulans, kendaraan jenazah, dan kendaraan pemadam kebakaran.

Besaran tarif layanan pengendalian lalu lintas secara elektronik dan penyesuaiannya ditetapkan dengan Peraturan Gubernur setelah mendapatkan persetujuan DPRD DKI Jakarta. Sementara ini, Dinas Perhubungan DKI mengusulkan ERP dikenakan tarif Rp5.000 hingga Rp19.000.