Tolak Rencana 25 Ruas Berbayar Jakarta, NasDem: Kalau Jalan Tol Bayar Baru Wajar
Rapat Komisi B DPRD DKI Jakarta (Diah Ayuy/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Anggota Fraksi NasDem DPRD DKI Jakarta Hasan Basri menyebut partanya menolak rencana penerapan jalan berbayar atau electronic road pricing (ERP) pada 25 ruas jalan di Jakarta.

Hal ini diungkapkan usai rapat Komisi B DPRD yang ditunda pelaksanannya lantaran kehadiran jajaran Pemprov DKI tak lengkap.

Hasan menilai, tak sepantasnya masyarakat harus merogoh kocek untuk melintasi ruas-ruas jalan umum. Mengingat, jalan tersebut dibangun menggunakan uang yang juga bersumber dari pajak masyarakat.

"Atas nama Fraksi NasDem, saya menolak ERP. Kalau jalan tol, itu kan dibangun oleh swasta. Jalan tol ambil pembayaran, ya wajar aja karena swasta sudah tambang modal di situ. Lah ini, 25 ruas jalan di Jakarta, ini kan pakai uang rakyat membangunnya. kenapa mereka harus bayar saat lewat situ?" ungkap Hasan di gedung DPRD DKI Jakarta, Senin, 16 Januari.

Hasan mengakui bahwa saat ini rancangan regulasi yang mengatur ERP sedang digodok. Draf Rancangan Peraturan Daerah tentang Pengendalian Lalu Lintas Secara Elektronik (PL2SE) telah disusun Pemprov DKI dan akan dibahas bersama DPRD tahun ini.

Hanya saja, Hasan tak terima jika jalan berbayar langsung diterapkan pada 25 ruas jalan di Ibu Kota. "Kalau toh itu dilaksanakan, jangan langsung dilaksanakan di 25 ruas jalan dong. Satu atau dua (ruas jalan) dulu sebagai contoh. Nanti itu dievaluasi," ujar Hasan.

Lagipula, menurut dia, dengan adanya sistem ERP, kemacetan di Jakarta akan tetap ada. Kendaraan-kendaraan yang biasa melintasi 25 ruas tersebut, katanya, hanya akan berpindah ke ruas jalan lainnya.

"Itu malah memindahkan kemacetan dari satu tempat ke tempat lain. Contohnya ganjil-genap. Saat berlaku jam sekian sampai jam sekian, banyak kendaraan yang lewat jalur alternatif terlebih dahulu," cecar Hasan.

Sebagai informasi, draf rancangan perda (raperda) tentang pengendalian lalu lintas secara elektronik yang mengatur jalan berbayar telah disusun. Pemprov dan DPRD DKI juga telah melakukan pembahasan awal mengenai muatan dalam raperda, namun pembahasan pasal per pasal belum dilakukan.

Dilihat dalam draf raperda, ada 25 ruas jalan yang bakal dikenakan penerapan ERP, yakni Jalan Pintu Besar Selatan, Jalan Gajah Mada, Jalan Hayam Wuruk, Jalan Majapahit, Jalan Medan Merdeka Barat, Jalan MH Thamrin; Jalan Jenderal Sudirman, Jalan Sisingamangaraja, Jalan Panglima Polim, Jalan Fatmawati (Simpang Jalan Ketimun 1-Simpang Jalan TB Simatupang).

Kemudian, Jalan Suryopranoto, Jalan Balikpapan, Jalan Kyai Caringin, Jalan Tomang Raya, Jalan Jenderal S Parman (Simpang Jalan Tomang Raya-Simpang Jalan Gatot Subroto), Jalan Gatot Subroto, Jalan MT Haryono, Jalan DI Panjaitan, Jalan Jenderal A Yani (Simpang Jalan Bekasi Timur Raya-Simpang Jalan Perintis Kemerdekaan), Jalan Pramuka, Jalan Salemba Raya, Jalan Kramat Raya, Jalan Pasar Senen, Jalan Gunung Sahari; dan, Jalan HR Rasuna Said.

Kemudian, pengendalian lalu lintas secara elektronik pada kawasan pengendalian lalu lintas secara elektronik berlaku setiap hari mulai 05.00 WIB-22.00 WIB.

Adapun kendaraan yang dikenakan tarif ERP adalah pengguna jalan yang menggunakan kendaraan bermotor dan kendaraan listrik. Terdapat sejumlah kendaraan yang dikecualikan dalam penerapan sistem jalan berbayar, di antaranya sepeda listrik, kendaraan bermotor umum plat kuning, kendaraan dinas operasional instansi pemerintah dan TNI/Polri kecuali/selain berplat hitam, kendaraan korps diplomatik negara asing, kendaraan ambulans, kendaraan jenazah, dan kendaraan pemadam kebakaran.

Besaran tarif layanan pengendalian lalu lintas secara elektronik dan penyesuaiannya ditetapkan dengan Peraturan Gubernur setelah mendapatkan persetujuan DPRD DKI Jakarta. Sementara ini, Dinas Perhubungan DKI mengusulkan ERP dikenakan tarif Rp5.000 hingga Rp19.000.