Isi UU Cipta Kerja yang Diprotes Buruh, Apa Saja yang Merugikan para Pekerja?
Ilustrasi protes buruh (Ilustrasi (Irfan Meidianto/VOI)

Bagikan:

YOGYAKARTA - Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Cipta Kerja telah diterbitkan oleh Presiden Joko Widodo pada 30 Desember 2022 lalu. Perppu tersebut mendapatkan banyak kritikan sekaligus penolakan dari berbagai pihak, khususnya para buruh atau organisasi serikat pekerja. Publik pun menyoroti isi Perppu Cipta Kerja yang diprotes buruh.

Sejumlah pengamat menilai Perppu baru tersebut bertentangan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi dan merusak praktik ketatanegaraan yang baik. Sejumlah organisasi buruh bakal mengajukan gugatan terhadap Perppu tersebut ke MK. Para buruh merasa pasal-pasal dalam klaster ketenagakerjaan dinilai masih merugikan posisi pekerja. 

Guspardi Gaus, Anggota Baleg DPR dan Fraksi PAN, menanggapi sejumlah protes tersebut dengan mempersilakan para buruh untuk melayangkan gugatan uji materi. Guspardi mengatakan bahwa Perppu tersebut menjadi langkah lain yang sah dari Pemerintah MK dalam memperbaiki dan merevisi UU Cipta Kerja

Isi UU Cipta Kerja yang Diprotes Buruh

Said Iqbal, Ketua Serikat Buruh/Presiden Partai Buruh, memberikan alasan mengapa Partai Buruh, KSPI, dan organisasi serikat buruh menentang isi Perppu Nomor 2 tahun 2022. Ia mengatakan isi di dalam Perppu Cipta Kerja dinilai merugikan buruh. 

"Partai Buruh, KSPI, dan organisasi serikat buruh, serikat petani, menolak atau tidak setuju dengan isi Perppu nomor 2 tahun 2022 tentang omnibus law undang-undang cipta kerja. Tapi terhadap pilihan pembahasan hukumnya, Partai Buruh dan organisasi serikat buruh bersepakat memilih Perppu, bukan dibahas di pansus badan legislasi DPR RI," ucap Said Iqbal dalam konferensi pers, Minggu (1/1/2022).

Ada sejumlah hal yang diprotes oleh para buruh, sebagai berikut:

Skema Penetapan Upah Minimum

Perppu Cipta Kerja memuat aturan soal upah yang tercantum dalam pasal 88C hingga pasal 88F. Ketentuan upah minimum kabupaten/kota dinilai berubah menjadi tidak jelas, sedangkan aturan ketentuan yang mengatur upah sektoral dihilangkah. 

Pada pasal 88C ayat 1 disebutkan bahwa gubernur dapat menetapkan upah minimum provinsi dan kabupaten/kota. Menurut Said Iqbal, kata ‘dapat’ dalam bahasa hukum memiliki arti “bisa ada atau bisa tidak” tergantung dari keputusan gubernur yang menjabat.

Pada ayat 4 dan 5 memuat aturan bahwa upah minimun tersebut ditetapkan berdasarkan kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan yang datanya bersumber dari lembaga yang berwenang di bidang statistik. 

“Dalam hal kabupaten/kota belum memiliki upah minimum dan akan menetapkan upah minimum, penetapan upah minimum harus memenuhi syarat tertentu,” bunyi ayat 6. 

Sementara itu ketentuan tata cara penetapan upah minimum akan diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP). Pada pasal 88D disebutkan bahwa upah minimum akan dihitung memakai formula yang mempertimbangkan variabel pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan indeks tertentu. Ketentuan lebih lanjut terkait formula penghitungan ini juga akan diatur dalam PP.

Kemudian isi Pasal 88F menyebutkan bahwa dalam keadaan tertentu pemerintah dapat menetapkan formula penghitungan upah minimum yang berbeda dengan formula penghitungan upah minimum sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 88D ayat 2.

Pekerja Kontrak atau PKWT

Aturan dalam Omnibus Law UU Cipta Kerja yang sering memicu sederet kontroversi, yakni mengenai pekerja kontrak atau perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT). Hal itu juga dimuat dalam Perppu Cipta Kerja. 

Perppu Cipta Kerja dalam Pasal 59 yang telah diubah memuat ketentuan mengenai PKWT atau pekerja kontrak. Dalam ayat 1 tertuang bahwa PKWT hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifatnya atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu. 

Pekerja termasuk dalam ketentuan tersebut adalah sebagai berikut:

  1. pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya;
  2. pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama;
  3. pekerjaan yang bersifat musiman;
  4. pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan; atau
  5. pekerjaan yang jenis dan sifat atau kegiatannya bersifat tidak tetap.

Sementara itu dalam ayat 2 disebutkan bahwa PKWT tidak bisa diberlakukan untuk pekerjaan yang bersifat tetap. Ada sejumlah ketentuan lebih lanjut yang diatur dalam PP, di antaranya mengenai jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaan, jangka waktu. dan batas waktu PKWT.

Perppu Cipta Kerja juga memuat ketentuan yang mengubah Pasal 61. Dalam ayat 1 misalnya, tertuang ketentuan mengenai berakhirnya perjanjian kerja apabila:

  1. Pekerja/Buruh meninggal dunia;
  2. Berakhirnya jangka waktu Perjanjian Kerja
  3. Selesainya suatu pekerjaan tertentu;
  4. Adanya putusan pengadilan dan/atau putusan lembaga penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; atau
  5. Adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya Hubungan Kerja.

Demikianlah isi Perppu Cipta kerja yang diprotes buruh karena dinilai merugikan pekerja. Sejumlah pakar dibidang hukum dan ketenagakerjaan banyak yang mendukung gugatan dari para buruh. Perppu Cipta Kerja disebut lahir karena kebutuhan yang mendesak sehingga dinilai kurang kuat.  

Ikuti terus berita terkini dalam negeri dan luar negeri lainnya di VOI . Kamu menghadirkan terbaru dan terupdate nasional maupun internasional.