JAKARTA - Serikat buruh yang tergabung di dalam Kofederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menyoroti beberapa pasal dalam peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perpu) Omnibus Law UU Cipta Kerja. Mulai dari pemberian pesangon hingga tenaga kerja asing.
Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan beberapa pasal yang ditolak oleh serikat buruh. Pertama adalah pasal tentang upah minimum. Di dalam Perpu, upah minimum kabupaten/kota digunakan istilah dapat ditetapkan oleh gubernur.
“Itu sama dengan UU Cipta Kerja. Bahasa hukum ‘dapat’, berarti bisa ada bisa tidak, tergantung Gubernur. Usulan buruh adalah, redaksinya adalah Gubernur menetapkan upah minimum kabupaten/kota,” ujarnya, dalam keterang resmi, Minggu, 1 Januari.
Di dalam Perpu, kata Iqbal, perhitungan upah minimum berasaran variabel inflansi, pertubuhan ekonomi, dan indeks tertentu. Ini yang ditolak buruh. Sebab dalam hukum ketenagakerjaan tidak pernah dikenal indeks tertentu dalam menentukan upah minimum.
“Kami menduga indeks tertentu seperti di dalam Permenaker 18/2022, menggunakan indeks 0,1 sampa 0,3. Serikat buruh menginginkan tidak perlu indeks tertentu,” kata Iqbal.
Kemudian, lanjut Iqbal, catatan kedua yang ditolak buruh adalah outsourcing atau alih daya. Di dalam UU Cipta Kerja, Pasal 64, 65, dan 66 dihapus. Prinsipnya, alih daya diperbolehkan oleh Perppu, sehingga tidak ada bedanya, meski ada ruang dialog.
Dalam Perpu disebutkan, perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada Perusahaan lainnya melalui perjanjian alih daya yang dibuat secara tertulis. Pemerintah menetapkan sebagian pelaksanaan pekerjaan dalam Peraturan Pemerintah.
Iqbal mengatakan, hal lain yang menjadi sorotan adalah terkait pesangon. Dalam Perpu tidak ada perubahan. Buruh meminta kembali pada UU Nomor 13 Tahun 2003.
“Sementara jika upah di tingkat manager atau direksi dinilai terlalu tinggi, bisa dibuat Batasan 4 PTK,” katanya.
Keempat, kata Iqbal, yang menjadi sorotan adalah tentang PKWT yang di UU Cipta Kerja tidak dibatasi periode kotraknya. Di Perpu tidak ada perubahan.
“Sehingga buruh menolak ini, karena dengan adanya pasal ini kontrak kerja bisa dibuat berulangkali,” ucapnya.
Kelima, lanjut Iqbal, terkait dengan pemutusan hubungan kerja atau PHK tidak ada perubahan. Artinya, masih sama dengan UU Cipta Kerja. Serikat buruh menolak sistem mudah rekrut mudah PHK.
Terakhir, tenaga kerja asing. Kata Iqbal, isinya sama persis dengasn UU Cipta Kerja. Karena itu, KSPI menolak dan meminta harus ada izin untuk TKA. Kalau izin belum keluar, tidak boleh bekerja.
Kemudian saksi pidana, kata Iqbal, juga sama persis dengan UU Cipta Kerja. Karena itu, KSPI minta kembali ke UU Nomor 13 Tahun 2003.
“Berikutnya adalah pengaturan waktu kerja juga sama persis dengan UU Cipta Kerja. Begitu juga pengaturan cuti,” urai Said Iqbal.
Kata Iqbal, yang juga menjadi sorotan serikat buruh adalah pengaturan cuti panjang yang hilang. “Kami tolak. Begitu juga pengaturan cuti, harus kembali ke UU No 13 Tahun 2003,” ucapnya.
Sementara itu, kata Iqbal, terhadap isi UU Cipta Kerja mengenai pasal Bank Tanah, di Perpu tidak ada perubahan. Artinya tetap berlaku UU Cipta Kerja.
“Kami tolak, karena merugikan petani dan pemilik tanah orang kecil. Bank Tanah diorientasikan untuk kepentingan korporasi besar, perkebunan sawit, dan sebagainya. Partai buruh dan SPI meminta bank tanah dikorelasikan dengan reforma agraria. Bank tanah yang dimaksud adalah untuk didistribusikan kepada petani,” tegasnya.
Dengan ini, kata Iqbal, serikat buruh menolak isi Perpu Cipta Kerja. Iqbal mengatakan langkah yang akan diambil adalah mempertimbangkan langkah hukum dengan melakukan judicial review.
“Sementara langkah gerakan, akan ada aksi besar-besaran,” jelasnya.
Di samping itu, kata Iqbal, pihaknya juga akan melakukan lobi. Serikat buruh berharap bisa bertemu dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk memberikan masukan.
“Tentang kapan waktu pekaksanaan aksi dan gugatan terhadap Perpu kami akan diskusikan terlebih dahulu dengan elemen yang ada Partai Buruh,” ujarnya.