UU Cipta Kerja yang Justru Bikin Para Pekerja Enggan Bekerja
Pengesahan Perppu Cipta Kerja menjadi Undang-Undang dalam rapat paripurna anggota DPR RI pada 21 Maret 2023. (DPR RI/Runi/Man)

Bagikan:

JAKARTA - Pengesahan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Perppu Cipta Kerja) menjadi UU Cipta Kerja dalam rapat paripurna DPR RI pada 21 Maret 2023 terus mendapat pertentangan.

Partai Buruh bersama organisasi serikat buruh, serikat petani, dan kelas pekerja lainnya mengancam akan melakukan mogok nasional yang diikuti 5 juta buruh dari 100 ribu pabrik di seluruh Indonesia.

“Kita mempersiapkan 5 hari untuk stop produksi. Para buruh akan keluar dari pabrik, sebagian akan ke istana dan DPR, sebagian menuju ke kantor pemerintah, dan sebagian lagi ada di depan gerbang pabrik. Karena Ramadan dan Idul Fitri, rencananya akan kami lakukan pada Juli-Agustus nanti,” kata Said dalam konferensi pers Partai Buruh secara daring pada 21 Maret 2023.

Para serikat buruh juga akan terus berunjuk rasa setiap pekan ke Gedung DPR RI menuntut agar para anggota legislatif membatalkan atau merevisi UU Cipta Kerja tersebut.

“Dalam waktu dekat, kami akan mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi. Kami akan mengajak 2 partai lain yang menolak UU Cipta Kerja sebagai saksi. Kalau mereka tidak mau, ya artinya penolakan itu hanya service lips saja,” lanjut Said.

Said Iqbal (paling kanan) bersama para presiden buruh dan Menaker Hanif Dakhiri saat bertemu Presiden Jokowi di Istana Bogor pada 26 April 2019. (Istimewa)

Saat ini, Said mengklaim sudah meminta dukungan dari Organisasi Buruh Internasional (ILO) dan Konfederasi Serikat Buruh Internasional (ITUC) terkait permasalahan UU Cipta Kerja.

“Beberapa hari lalu saya sudah bertemu dengan Dirjen dan Direktur Asia Pasifik ILO di Jenewa. ITUC yang saya dengar juga siap mendukung dengan menggelar aksi protes di seluruh kedutaan besar di masing-masing negara,” kata Said yang juga menjabat Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia.

Menurutnya, UU Cipta Kerja terlalu fokus ke kepentingan investor, tetapi mengorbankan hak-hak dan kesejahteraan para pekerja di Indonesia. Contoh mengenai upah minimum.

Muncul klausul indeks tertentu pada Pasal 88D ayat 2 Perppu Cipta Kerja yang dinilai semakin memuluskan upah murah. Ada pula pasal baru, yakni Pasal 88F yang membolehkan pemerintah menetapkan formula upah minimum berbeda dari yang sudah diatur dalam UU Cipta Kerja sebelumnya.

Lalu, mengenai tenaga alih daya alias outsourcing seperti yang tertera pada Pasal 64, perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian alih daya yang dibuat secara tertulis.

Pasar tenaga kerja dinilai bakal semakin fleksibel dengan ditegaskannya ketentuan mengenai tenaga alih daya alias outsourcing. Serikat buruh khawatir penggunaan tenaga alih daya akan diperbolehkan dalam segala jenis pekerjaan lantaran batasannya baru akan ditetapkan melalui peraturan pemerintah.

“Begitu pula mengenai pesangon yang perhitungannya jauh lebih kecil dan tidak adanya kepastian upah terhadap pekerja wanita yang cuti hamil atau haid,” imbuh Said.

Kilas Balik

Sejak masih berupa rancangan Undang-Undang (RUU) pada 2020, jauh sebelum terbit Perppu, aturan omnibus law Cipta Kerja telah menimbulkan resistensi besar. Sejumlah kalangan menganggap negara terlalu memudahkan investor asing masuk ke Indonesia. Membahayakan aspek ekonomi politik, terutama bidang ketenagakerjaan, tata kelola sumber daya alam, dan lingkungan hidup.

Padahal investasi asing, kata ekonom senior Ichsanuddin Noorsy, justru membuka peluang terjadinya intervensi atau campur tangan asing atas berbagai kebijakan negara terhadap sesuatu hal.

Juga membuka jalan bagi asing melakukan infiltrasi, penyusupan melalui kebijakan dan orang, intimidasi dengan indikator-indikator akademik, invasi, dan inflasi.

Logika sederhana, apakah ada negara atau swasta yang mau memberikan sesuatu yang bernilai besar tanpa sarat apapun? Tidak ada makan siang yang gratis.

Meski begitu, anggota legislatif tetap mengesahkan RUU tersebut menjadi UU Cipta Kerja pada 5 Oktober 2020. Presiden Jokowi kemudian resmi menjadikannya UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) pada 2 November 2020.

Aksi unjuk rasa oleh buruh dan mahasiswa menolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja di depan Gedung DPR, Senayan pada 16 Juli 2020. (Antara/Dhemas Reviyanto/hp)

Dua pekan kemudian, hakim konstitusi mengabulkan sebagian permohonan uji formil dan menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusionalitas bersyarat. Memberi waktu 2 tahun untuk perbaikan.

Apabila dalam tenggang waktu 2 tahun pembentuk undang-undang tidak dapat menyelesaikan perbaikan UU Cipta Kerja, maka undang-undang atau pasal-pasal atau materi muatan undang-undang yang telah dicabut atau diubah oleh UU Cipta Kerja dinyatakan berlaku kembali.

Namun pada 30 Desember 2022, pemerintah justru menerbitkan Perppu Cipta Kerja. Pemerintah tetap meyakini keberadaan UU Cipta Kerja akan membawa manfaat besar bagi pertumbuhan perekonomian Indonesia. Mendorong investasi, mempercepat transformasi ekonomi, menyelaraskan kebijakan pusat-daerah, memberi kemudahan berusaha, mengatasi masalah regulasi yang tumpang tindih, serta untuk menghilangkan ego sektoral.

“Cipta kerja diharapkan mampu menyerap tenaga kerja Indonesia yang seluas-luasnya di tengah persaingan yang semakin kompetitif dan tuntutan globalisasi ekonomi serta adanya tantangan dan krisis ekonomi global yang dapat menyebabkan terganggunya perekonomian nasional,” seperti yang tertulis dalam pembukaan Perppu Cipta Kerja.