APINDO: Pekerja Harusnya Tak Usah Demo, Langsung Saja Ajukan Gugatan ke MK
Ketua Umum Apindo Hariyadi B. Sukamdani. (Mery Handayani/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) menilai unjuk rasa yang dilakukan serikat buruh atau pekerja hingga mahasiswa tak akan bisa mengubah proses legislasi Undang-undang (UU) Cipta Kerja.

Ketua Umum APINDO, Hariyadi Sukamdani mengatakan, hanya satu yang bisa mengubah isi dari UU Cipta Kerja yaitu permohonan gugatan di Mahkamah Konstitusi (MK). Karena itu, menurut dia, jika tidak setuju dengan pengesahan UU sapu jagat tersebut maka dapat menempuh jalur hukum.

"Apabila ada yang tak sepakat tentunya terbuka peluang judicial review di MK. Karena apapun unjuk rasa tak bisa mengubah proses legislasi yang bisa mengubah gugatan di MK," katanya, dalam diskusi virtual, Jumat, 9 Oktober.

Di sisi lain, Hariyadi meminta kepada para pengusaha untuk mensosiialosasikan UU Cipta Kerja ini. Hal ini betujuan agar para pekerja bisa memahami dan tak melakukan hal-hal yang bisa merugikan perusahaan.

Hariyadi menilai, banyak informasi keliru yang beredar di masyarakat mengenai UU Cipta Kerja. Hal ini disebabkan, kurangnya pemahaman atas butir-butir di dalam UU sapu jagat ini.

"Sehingga para pekerja kita paham dan tak perlu bereaksi di jalan, karena ini akan menimbulkan hal-hal kontraproduktif," katanya.

Buruh Akan Ajukan Gugatan ke MK

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan, mogok nasional selama 3 hari yang dilakukan KSPI bersama 32 federasi telah berakhir tanggal 8 Oktober 2020. Untuk langkah selanjutnya, yang akan diambil para serikat buruh akan diumumkan secara resmi dalam konferensi pers pada Senin, tanggal 12 Oktober.

"Langkah lebih lanjut yang akan diambil secara konstitusional antara lain membuat gugatan melalui jalur hukum untuk membatalkan UU Omnibus Law Cipta Kerja, melanjutkan gerakan aksi secara konstitusional, serta melakukan kampanye kepada masyarakat nasional maupun internasional tentang alasan mengapa buruh menolak, khususnya klaster ketenagakerjaan," tuturnya, dalam keterangan tertulis yang diterima VOI, Jumat, 9 Oktober.

Seperti diketahui, pengesahan UU Cipta Kerja yang dilakukan oleh DPR pada 5 Oktober lalu, kontan menyulut amarah publik. Sebab, UU tersebut terbilang kontroversial lantaran banyak pasal yang dianggap merugikan buruh, petani, kaum pelajar, hingga masyarakat adat.

Tak hanya pasal-pasalnya yang dprotes, proses pembentukan UU Cipta Kerja itu sendiri menuai banyak kecaman lantaran dinilai banyak kejanggalan dan tidak transparan.