APINDO: UU Cipta Kerja Wajibkan Pengusaha Bayar Kompensasi untuk Pegawai Kontrak
Ilustrasi. (Angga Nugraha/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - UU Omnibus Law Cipta Kerja terus mendapatkan penolakan dari publik termasuk serikat pekerja atau buruh, setelah disahkan beberapa waktu lalu. UU sapu jagat ini dianggap menyengsarakan rakyat dan justru menguntungkan pengusaha.

Ketua Komite Tenaga Kerja dan Jaminan Sosial untuk Upah, Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Aloysius Budi Santoso angkat bicara mengenai isu tersebut. Ia mengatakan, tidak benar bahwa UU Omnibus Law Cipta Kerja hanya memperhatikan kepentingan pengusaha.

Budi mengatakan, UU Omnibus Law Cipta Kerja ini dibuat dengan memperhatikan semua masukan baik dari pengusaha maupun serikat pekerja atau buruh. Di dalam proses pembahasannya bahkan pemerintah memcatat setiap masukan yang tak mencapai kesepakatan untuk didiskusikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

"Pada dasarnya tadi pertama kami beri masukan kepada pemerintah. Kemudian serikat pekerja kasih masukan, pemerintah menjawabnya dan kalau tidak ketemu dicatat. Itu yang dibawa pemerintah dalam diskusi dengan parlemen. Itu mekanisme riil itu yang terjadi dalam proses perundingan tersebut," tuturnya, dalam diskusi virtual, Jumat, 9 Oktober.

Menurut Budi, UU Omnibus Law Cipta Kerja justru memuat aturan baru yang dikhususkan untuk pengusaha terkait dengan kesejahteraan bagi pegawai kontrak, yang sebelumnya tidak ada di dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

"Di UU Cipta Kerja malah pemerintah mengatakan kalau kami memperkerjakan pekerja kontrak, begitu si pekerja selesaim kama kami harus memberikan kompensasi. Jadi kalau di UU yang lama tidak ada kompensasi. Sekarang kami sebagai pengusaha harus berikan kompensasi," katanya.

Budi mengatakan, untuk Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) tidak jauh berbada dengan UU Nomor 13 Tahun 2003. Namun, memang ada beberapa perubahan dalam UU Cipta Kerja.

Jika sebelumnya di UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan diatur bahwa PKWT tebatas, pertama maksimal 2 tahun dan perpanjangan maksimal 1 tahun atau perpanjangan makismal 2 tahun setelah jeda 30 hari. Sementara di UU Cipta Kerja, memang hal ini belum diatur.

"Tapi kalau ada informasi di publik kita pengusaha bisa buat kontrak seumur hidup, itu tidak tepat. Jadi PKWT ini belum bisa terimplementasikan kalau regulasi turunannya belum dirumuskan dan ditandatangani oleh presiden. Jadi harus ada PP turunan," jelasnya.

Budi juga menegaskan, baik di dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 maupun UU Cipta Kerja PKWT tetap dibuat untuk pekerjaan tertentu, yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu.

"Kontrak dilakukan tidak untuk semuanya. Untuk hal-hal tertentu kemudian waktunya kami berharap bisa lebih panjang tidak terbatas seperti sekarang. Tetapi terus terang masih ada PP yang harus diperjuangkan," tuturnya.