Dishub DKI Bilang ERP Tak Bakal Pindahkan Titik Kemacetan Tapi Bikin Warga Beralih ke Transportasi Umum
ILUSTRASI/ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/aww.

Bagikan:

JAKARTA - Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo menyebut sistem jalan berbayar atau electronic road pricing (ERP) tidak akan memindahkan titik kemacetan di Jakarta dari rencana 25 ruas jalan ke jalan lainnya.

Dalam artian, jika nantinya 25 ruas jalan diterapkan ERP, diproyeksikan akan ada pengurangan volume kendaraan pada ruas-ruas tersebut. Syafrin mengaku kendaraan-kendaraan pribadi akan beralih mencari ruas jalan lain.

Namun, saat pengguna kendaraan pribadi mulai merasakan kemacetan pada jalur-jalur yang mereka tempuh, sementara jalur yang lebih lengang dikenakan tarif, mereka akhirnya akan beralih ke moda transportasi umum.

"ERP akan membuat masyarakat memiliki pilihan untuk bermobilitas lebih efisien dengan angkutan umum. Sebab, begitu berada ditengah-tengah kemacetan, maka tentu tidak bermobilitas dan tidak berefisien, baik dari sisi waktu dan biaya," kata Syafrin di Gedung DPRD DKI Jakarta, Senin, 16 Januari.

Lagipula, adanya moda transportasi umum utama di Jakarta yang kini berbasis rel seperti MRT, LRT, dan Commuter Line, serta memiliki koridor seperti Transjakarta, bisa menjamin masyarakat bermobilitas dengan tepat waktu.

"Saat ini kami bisa menjamin 30 menit atau satu jam kemudian bisa sampai karena menggunakan Transjakarta yang layanannya kita jaga, sterilisasi koridor. Demikian pula halnya menggunakan MRT, LRT, dan juga KRL misalnya," urai Syafrin.

"Artinya, angkutan umum baik itu dari sisi kapasitas dan kualitasnya ini tentu terus ditingkatkan oleh pemerintah, baik itu di dalam Jakarta maupun di wilayah Jabodetabek," lanjutnya.

Sebagai informasi, draf Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pengendalian Lalu Lintas Secara Elektronik yang mengatur jalan berbayar telah disusun. Pemprov dan DPRD DKI juga telah melakukan pembahasan awal mengenai muatan dalam raperda, namun pembahasan pasal per pasal belum dilakukan.

Dilihat dalam draf raperda, ada 25 ruas jalan yang bakal dikenakan penerapan ERP, yakni Jalan Pintu Besar Selatan, Jalan Gajah Mada, Jalan Hayam Wuruk, Jalan Majapahit, Jalan Medan Merdeka Barat, Jalan MH Thamrin; Jalan Jenderal Sudirman, Jalan Sisingamangaraja, Jalan Panglima Polim, Jalan Fatmawati (Simpang Jalan Ketimun 1-Simpang Jalan TB Simatupang).

Kemudian, Jalan Suryopranoto, Jalan Balikpapan, Jalan Kyai Caringin, Jalan Tomang Raya, Jalan Jenderal S Parman (Simpang Jalan Tomang Raya-Simpang Jalan Gatot Subroto), Jalan Gatot Subroto, Jalan MT Haryono, Jalan DI Panjaitan, Jalan Jenderal A Yani (Simpang Jalan Bekasi Timur Raya-Simpang Jalan Perintis Kemerdekaan), Jalan Pramuka, Jalan Salemba Raya, Jalan Kramat Raya, Jalan Pasar Senen, Jalan Gunung Sahari; dan, Jalan HR Rasuna Said.

Kemudian, pengendalian lalu lintas secara elektronik pada kawasan pengendalian lalu lintas secara elektronik berlaku setiap hari mulai 05.00 WIB-22.00 WIB.

Adapun kendaraan yang dikenakan tarif ERP adalah pengguna jalan yang menggunakan kendaraan bermotor dan kendaraan listrik. Terdapat sejumlah kendaraan yang dikecualikan dalam penerapan sistem jalan berbayar, di antaranya sepeda listrik, kendaraan bermotor umum plat kuning, kendaraan dinas operasional instansi pemerintah dan TNI/Polri kecuali/selain berplat hitam, kendaraan korps diplomatik negara asing, kendaraan ambulans, kendaraan jenazah, dan kendaraan pemadam kebakaran.

Besaran tarif layanan pengendalian lalu lintas secara elektronik dan penyesuaiannya ditetapkan dengan Peraturan Gubernur setelah mendapatkan persetujuan DPRD DKI Jakarta. Sementara ini, Dinas Perhubungan DKI mengusulkan ERP dikenakan tarif Rp5.000 hingga Rp19.000.