Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap ada kebiasaan pesta pora yang diduga dilakukan pejabat di Papua. Mereka menggunakan uang dari pemerintah pusat, seperti dana otonomi khusus (otsus) sehingga manfaatnya tak dirasakan warga setempat.

"Data-data statistik tentang ini menunjukkan kepada masyarakat bahwa memang itulah yang terjadi ketika elite daerah menggunakan dana transfer pusat untuk berpesta pora," kata Ketua KPK Firli Bahuri dalam keterangan tertulisnya, dikutip Senin, 16 Januari.

Firli menyebut dana otsus yang disalurkan pemerintah pusat ke Papua jumlahnya besar. Namun, masyarakat tetap mengeluh mereka tak dapat merasakan manfaatnya.

Atas keluhan ini, KPK kemudian bergerak. Termasuk, menangani kasus dugaan suap dan gratifikasi yang menjerat Gubernur Papua nonaktif Lukas Enembe.

"KPK telah menghentikan pesta pora ini dilakukan oleh siapapun dan kapanpun," tegasnya.

Firli memastikan KPK memberi perhatian pada masyarakat Papua. Pemberantasan korupsi, kata dia, bakal dilakukan sambil menjaga keamanan.

KPK tak mau upaya mereka mengusut dugaan korupsi berujung konflik horizontal. Firli mencontohkan, saat menangani dugaan suap dan gratifikasi yang menjerat Lukas Enembe, komisi antirasuah tetap mengedepankan profesionalitas dan menjunjung tinggi hak asasi manusia.

Dengan begitu, meskipun banyak pihak yang memanaskan suasana tapi situasi kondusif tetap terjaga di Papua. "Pada perjalananya kami sungguh berhati-hati," ungkapnya.

Firli memastikan siapa pun yang korupsi di Bumi Cendrawasih bakal dikejar. KPK tak akan memberi ampun karena mereka harus mempertanggungjawabkan perbuatannya.

"Siapapun yang melanggar hukum dan melakukan korupsi akan dikejar oleh KPK di manapun dan kapanpun," kata eks Deputi Penindakan KPK ini.

Sebelumnya, Lukas ditahan setelah ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap dan gratifikasi pengadaan proyek di Pemprov Papua. Dalam kasus ini, dia diduga menerima uang dari Direktur PT Tabi Bangun Papua Rijantono Lakka agar perusahaan tersebut mendapat proyek.

Selain Lukas, diduga kongkalikong ini juga dilakukan dengan pejabat di Pemprov Papua. Adapun kesepakatan di antara mereka yakni pemberian fee 14 persen dari nilai kontrak. Fee harus bersih dari pengurangan pajak.

Setidaknya, ada tiga proyek yang didapatkan Rijantono atas pemufakatan jahat itu. Pertama yakni peningkatan Jalan Entrop-Hamadi dengan nilai proyek Rp14,8 miliar.

Rehabilitasi sarana dan prasarana penunjang PAUD Integrasi dengan nilai proyek Rp13,3 miliar. Terakhir, proyek penataan lingkungan venue menembang outdoor AURI dengan nilai proyek Rp12,9 miliar.

Setelah proyek itu benar dimenangkan, Rijantono menyerahkan uang sebesar Rp1 miliar kepada Lukas. Selain itu, Lukas juga diduga menerima gratifikasi hingga miliaran rupiah.