Bagikan:

MALANG - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menegaskan kasus dugaan korupsi yang dilakukan Gubernur Papua Lukas Enembe murni kasus hukum.

Mahfud mengatakan penegakan hukum kasus dugaan korupsi yang dilakukan Lukas Enembe merupakan perintah Undang-Undang dan aspirasi masyarakat Papua dan bukan merupakan kasus politik.

"Saya tegaskan kasus Lukas Enembe itu adalah kasus hukum, bukan kasus politik. Itu adalah perintah undang-undang dan aspirasi masyarakat Papua agar Lukas Enembe diproses hukum," kata Mahfud di Malang, Jawa Timur, dikutip ANTARA, Jumat, 23 September.

Mahfud menjelaskan aspirasi masyarakat Papua yang menginginkan agar Gubernur Papua Lukas Enembe diproses secara hukum karena adanya dugaan tindak pidana korupsi sudah mencukupi.

Menurutnya, pengungkapan awal dengan bukti yang ditetapkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan gratifikasi sebesar Rp1 miliar tersebut dinilai sudah cukup sebagai pintu masuk untuk mengungkap kasus dugaan korupsi lain.

"Untuk dugaan korupsinya sendiri banyak sekali, ada Rp566 miliar, kemudian Rp71 miliar yang sudah kita blokir," ujarnya.

Menko Polhukam mengatakan selama ini pemerintah telah memberikan dana otonomi khusus (otsus) mencapai Rp1.000,7 triliun sejak 2001. Sementara itu, lanjutnya, diperkirakan jumlah dana otsus yang diterima pada masa kepemimpinan Lukas Enembe lebih dari Rp500 triliun.

"Rp1.000,7 triliun itu sejak 2001 (hingga saat ini). Sementara pada masa Lukas Enembe, lebih dari Rp500 triliun, tidak jadi apa-apa, rakyat tetap miskin dan pejabatnya foya-foya," ujarnya.

Sejumlah infrastruktur yang saat ini ada di Papua, seperti jalan tol, lanjutnya, merupakan proyek pemerintah pusat melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Ia merasa kecewa sebagian besar dana otsus tidak jelas peruntukannya.

"Di Papua memang sudah ada infrastruktur jalan tol, tapi itu adalah proyek PUPR dari pusat, saya sudah cek. Untuk dana otsus, itu banyak dikorupsi," ujarnya.

Mahfud menegaskan selama ini pemerintah pusat telah memberikan banyak pendanaan untuk wilayah Papua. Namun, besarnya dana yang digelontorkan pemerintah pusat tersebut tidak dirasakan masyarakat.

"Jadi untuk Papua, negara menurunkan (memberikan dana) banyak sekali, tapi rakyatnya tetap seperti itu. Oleh karena itu, kita ambil korupsinya. Jangan main-main, ini penegakan hukum. Kalau negara ini ingin baik, hukum harus ditegakkan," katanya.

KPK menetapkan Gubernur Papua Lukas Enembe sebagai tersangka kasus korupsi. KPK telah mengirimkan surat panggilan kepada Gubernur Papua tersebut untuk diperiksa sebagai tersangka pada Senin (26/9).

Sebelumnya, KPK telah memanggil Lukas Enembe untuk diperiksa sebagai saksi pada 12 September 2022. Namun, saat itu Lukas tidak memenuhi panggilan untuk datang ke gedung Merah Putih KPK di Jakarta.