JAKARTA - Tersangka kasus dugaan suap penanganan perkara di Mahkamah Agung (MA) menyembunyikan uang haram dalam kamus bahasa Inggris. Hanya saja, kotak tersebut ternyata adalah brankas lengkap dengan kunci.
Ketua KPK Firli Bahuri bahkan sempat terheran dengan kotak yang terbuat dari besi itu ternyata digunakan untuk menyimpan uang suap dalam pecahan dolar Singapura.
"Luar biasa nih. English Dictionary, luar biasa," kata Firli sambil mengangkat kotak tersebut dalam konferensi pers di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat, 23 September.
Dia mengatakan kotak berbentuk kamus itu menjadi salah satu barang bukti, selain uang yang ditemukan dalam operasi tangkap tangan (OTT).
Dalam kasus pengurusan perkara ini, KPK telah menetapkan sepuluh tersangka dalam kasus dugaan suap penanganan perkara di MA.
Mereka yakni Hakim Agung Sudrajad Dimyati (SD); Hakim Yudisial MA, Elly Tri Pangestu (ETP); PNS MA, Desy Yustria (DY); PNS MA, Muhajir Habibie (MH); PNS MA, Redi (RD); PNS MA, Albasri (AB); pengacara Yosep Parera (YP) dan Eko Suparno (ES); serta pihak swasta Heryanto Tanaka (HT) dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto (IDKS).
Uang yang diberikan adalah 205 ribu dolar Singapura atau senilai Rp2,2 miliar ke Desy. Selanjutnya, Desy menerima uang sebesar Rp250 juta dari keseluruhan.
Berikutnya, Muhajir menerima Rp850 juta dan Elly menerima Rp100 juta. Sedangkan, Hakim Agung Sudrajad Dimyati menerima uang sebesar Rp800 juta.
BACA JUGA:
HT, YP, ES, dan IDKS disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 atau Pasal 6 huruf c Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
SD, DS, ETP, MH, RD, dan AB disangkakan melanggar Pasal 12 huruf c atau Pasal 12 huruf a atau b Jo Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.