PNS Kepaniteraan MA Diduga Kerap Terima Uang dari Pihak Berperkara
Ketua KPK Firli Bahuri dalam jumpa pers terkait OTT suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung. Hakim Agung MA Sudrajad Dimyati ditetapkan sebagai tersangka/FOTO: Wardhany Tsa Tsia-VOI

Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga penerimaan uang oleh Mahkamah Agung oleh pihak berperkara kerap terjadi. Dugaan tersebut mencuat setelah Desy Yustria, PNS Kepaniteraan MA ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap penanganan perkara.

"KPK menduga DY (Desy Yusria) dan kawan-kawan juga menerima pemberian lain dari pihak-pihak yang berperkara di Mahkamah Agung," kata Ketua KPK Firli Bahuri di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat, 23 September.

Tak dirinci berapa kasus yang ‘dimainkan’ oleh Dessy bersama PNS Kepaniteraan MA lainnya, yaitu Muhajir Habibie; PNS MA Redi dan Albasri; serta Hakim Yudisial Elly Tri Pangestu. Penyidik masih terus mencari bukti.

"Hal ini akan didalami lebih lanjut oleh tim penyidik," ujarnya.

Diberitakan sebelumnya, KPK menetapkan sepuluh tersangka dalam kasus dugaan suap penanganan perkara di MA.

Mereka yakni Hakim Agung Sudrajad Dimyati (SD); Hakim Yudisial MA, Elly Tri Pangestu (ETP); PNS MA, Desy Yustria (DY); PNS MA, Muhajir Habibie (MH); PNS MA, Redi (RD); PNS MA, Albasri (AB); pengacara Yosep Parera (YP) dan Eko Suparno (ES); serta pihak swasta Heryanto Tanaka (HT) dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto (IDKS).

Sudrajad Dimyati diduga menerima uang sebesar Rp800 juta melalui orang yang mewakilinya. Pemberian tersebut diduga untuk menyatakan Koperasi Simpan Pinjam Intidana dinyatakan pailit.

HT, YP, ES, dan IDKS disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 atau Pasal 6 huruf c Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

SD, DS, ETP, MH, RD, dan AB disangkakan melanggar Pasal 12 huruf c atau Pasal 12 huruf a atau b Jo Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.