Dengan Tangan Terborgol dan Sempat Terhuyung Akibat Sakit, Penyuap Hakim Agung MA Ditahan KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan penyuap Hakim Agung Mahkamah Agung (MA) nonaktif Sudrajad Dimyati, Heryanto Tanaka/Wardhany T/VOI

Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan penyuap Hakim Agung Mahkamah Agung (MA) nonaktif Sudrajad Dimyati, Heryanto Tanaka. Meski sakit, debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana itu tetap ditahan untuk 20 hari pertama.

Dari pantauan VOI, Heryanto terlihat dituntun saat turun dari lantai tiga ruang pemeriksaan.

Dengan menggunakan rompi oranye dan tangan terborgol, seorang pengawal tahanan tampak memegangi dirinya.

Selanjutnya, dalam konferensi pers, Heryanto sesekali terhuyung. Tak jarang dia meletakkan kepalanya di papan kayu yang ada di hadapannya.

Bahkan, sebelum konferensi pers selesai dilaksanakan, Heryanto yang beberapa kali terlihat maju mundur akhirnya dibawa keluar ruangan. Kondisinya tampak lemas.

"Tersangka tadi dibawa keluar lebih dahulu karena sakit," kata Kepala Bagian Pemberitaan Ali Fikri saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin, 3 Oktober.

Sementara itu, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan Heryanto ditahan di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur. Penahanan dilakukan sejak hari ini hingga 22 Oktober.

"Untuk merampungkan proses penyidikan perkara, tim penyidik menahan satu orang tersangka," kata Alexander.

Dalam kasus ini, KPK sudah menahan delapan orang. Mereka adalah Hakim Agung MA Sudrajad Dimyati; Hakim Yustisial Elly Tri Pangestu; dan PNS pada Kepaniteraan Mahkamah Agung Desy Yustria.

Kemudian, telah ditahan juga PNS pada Kepaniteraan Mahkamah Agung Muhajir Habibie; PNS Mahkamah Agung Albasri; dua pengacara, yaitu Yosep Parera dan Eko Suparno; serta PNS Mahkamah Agung Nurmanto Akmal.

Pada kasus ini, Sudrajad Dimyati diduga menerima suap untuk memenangkan gugatan perdata di Pengadilan Negeri Semarang. Pengajuan tersebut berkaitan dengan aktivitas Koperasi Simpan Pinjam Intidana.

Uang suap itu diberikan oleh dua pengacara, yaitu Yosep dan Eko untuk perkara perdata. Keduanya berupaya memenangkan kliennya, KSP Intidana agar dinyatakan pailit.

Untuk mengurus perkara ini, dua pengacara menyerahkan uang sebesar 205 ribu dolar Singapura atau senilai Rp2,2 miliar ke Desy. Selanjutnya, Desy menerima uang sebesar Rp250 juta dari keseluruhan.

Berikutnya, Muhajir menerima Rp850 juta dan Elly menerima Rp100 juta. Terakhir, Sudrajad menerima uang sebesar Rp800 juta yang diterima dari pihak yang mewakilinya.

Akibat perbuatannya, para penyuap disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 atau Pasal 6 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.