Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil pensiunan pegawai Mahkamah Agung (MA), Ramli M. Sidik sebagai saksi dalam penyidikan kasus dugaan suap pengurusan perkara yang menjerat tersangka Hakim Agung nonaktif Sudrajad Dimyati (SD).

"Hari ini pemeriksaan saksi untuk tersangka SD dan kawan-kawan. Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, atas nama Ramli M. Sidik, pensiunan MA," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri di Jakarta, Antara, Kamis, 17 November. 

Pemanggilan tersebut merupakan penjadwalan ulang setelah saksi Ramli tidak memenuhi panggilan pada Rabu lalu. 

KPK total menetapkan 10 tersangka dalam kasus tersebut. Tersangka sebagai penerima yakni SD, Hakim Yustisial/Panitera Pengganti MA Elly Tri Pangestu (ETP), dua PNS pada Kepaniteraan MA Desy Yustria (DY) dan Muhajir Habibie (MH), serta dua PNS MA Nurmanto Akmal (NA) dan Albasri (AB).

Sementara itu empat tersangka lain sebagai pemberi ialah dua pengacara Yosep Parera (YP) dan Eko Suparno (ES) serta dua pihak swasta/debitur KSP Intidana Heryanto Tanaka (HT) dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto (IDKS).

Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan terdapat laporan pidana dan gugatan perdata terkait aktivitas Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana di Pengadilan Negeri (PN) Semarang. Laporan tersebut diajukan HT dan IDKS melalui kuasa hukumnya, yakni YP dan ES.

Saat proses persidangan di tingkat PN dan pengadilan tinggi, HT dan ES belum puas dengan keputusan pada dua lingkup pengadilan tersebut; sehingga mereka melanjutkan upaya hukum berikutnya pada tingkat kasasi pada MA. Di 2022, HT dan IDKS mengajukan kasasi ke MA melalui YP dan ES sebagai kuasa hukumnya.

Dalam pengurusan kasasi tersebut, KPK menduga YP dan ES bertemu dan berkomunikasi dengan beberapa pegawai di Kepaniteraan MA yang dinilai mampu menjadi penghubung hingga fasilitator dengan majelis hakim, sehingga bisa mengondisikan putusan sesuai keinginan YP dan ES.

Pegawai kepaniteraan MA yang bersedia dan bersepakat dengan YP dan ES ialah DY, dengan syarat pemberian sejumlah uang. Selanjutnya, DY turut mengajak MH dan ETP untuk ikut serta menjadi penghubung penyerahan uang ke majelis hakim.

KPK juga menduga DY dan kawan-kawan sebagai representasi dari SD dan beberapa pihak di MA untuk menerima uang dari pihak-pihak yang mengurus perkara di MA.

Sementara itu, terkait sumber dana yang diberikan YP dan ES pada majelis hakim berasal dari HT dan IDKS. Jumlah uang yang kemudian diserahkan secara tunai oleh YP dan ES pada DY sejumlah sekitar 202 ribu dolar Singapura atau Rp2,2 miliar.

Kemudian, DY membagi lagi uang itu dengan pembagian DY menerima Rp250 juta, MH mendapat Rp850 juta, ETP memperoleh Rp100 juta, dan SD mendapat Rp800 juta melalui ETP.

Dengan adanya penyerahan uang tersebut, putusan yang diharapkan YP dan ES pastinya dikabulkan dengan menguatkan putusan kasasi sebelumnya yang menyatakan KSP Intidana pailit.