Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita uang dari operasi tangkap tangan (OTT) pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA). Jumlah uang yang disita yakni 205 ribu dolar Singapura dan Rp50 juta.

"Jumlah uang yang berhasil diamankan sebesar 205 ribu dolar Singapura dan Rp50 juta," kata Ketua KPK Firli Bahuri dalam konferensi pers di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat, 23 September.

Adapun uang tersebut didapat dari kegiatan operasi senyap. Firli mengatakan penyerahan uang awalnya dilakukan di Bekasi, Jawa Barat pada Rabu, 21 September sore.

Uang tersebut awalnya diserahkan oleh pengacara bernama Eko Suparno kepada PNS pada Kepaniteraan MA, Desy Yustria yang jadi representasi Hakim Agung MA Sudrajad Dimyati. Diduga uang tersebut berkaitan dengan pengurusan perkara.

"Selang beberapa waktu, Kamis sekitar 01.00 WIB dini hari tim KPK kemudian bergerak dan mengamankan DY di rumahnya beserat uang tunai sebesar 205 ribu dolar Singapura," ujarnya.

Sementara uang Rp50 juta, kata Firli, diserahkan kepada KPK oleh PNS Mahkamah Agung bernama Albasri.

Adapun dalam kasus ini, KPK menetapkan sepuluh orang sebagai tersangka. Di antaranya, Hakim Agung Sudrajad Dimyati dan Hakim Yudisial/Panitera Pengganti MA Elly Tri Pangestuti.

Sedangkan delapan orang lainnya adalah empat PNS di MA yaitu Desy Yustria, Muhajir Habibie, Rendi, dan Albasri; dua pengacara bernama Albasri dan Eko Suparno.

Berikutnya, Debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana bernama Heryanto Tanaka dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto juga ditetapkan sebagai tersangka.

Firli menyebut tersangka yang baru ditahan ada enam orang, sementara Sudrajad hingga kini belum ditahan. KPK meminta empat orang yang belum ditahan untuk menyerahkan diri.

"KPK mengimbau SD, RD, IDKS, dan HT untuk kooperatif hadir sesuai dengan jadwal pemanggilan yang segera akan dikirimkan tim penyidik," tegas Firli.

Akibat perbuatannya, hakim agung MA Sudrajad Dimyati dan penerima lainnya yaitu DS, ETP, MH, RD dan AB disangka melanggar Pasal 12 huruf c atau Pasal 12 huruf a atau b Jo Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Sementara selaku pemberi, HT, YP, ES dan IDKS disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 atau Pasal 6 huruf c Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.