Kembangkan Kasus Suap di MA, KPK Buka Peluang Tambah Tersangka
DOK VOI

Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berpeluang menjerat tersangka baru kasus suap penanganan perkara di Mahkamah Agung (MA). Penyidik kini sedang mengusut keterlibatan pihak lain yang diduga ikut menerima duit panas.

"Prinsipnya begini, KPK pasti akan terus kembangkan perkara yang saat ini sudah naik proses persidangan di Pengadilan Tipikor di Bandung," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu, 3 Mei.

KPK memastikan tak akan berhenti melakukan pengusutan dugaan suap di MA. Namun, Ali tak mau membocorkan pihak yang kini sedang dibidik.

Ali hanya minta masyarakat bersabar. KPK memastikan akan memaparkan seluruh perkembangan kasus ini ke publik.

"Siapapun kalau kemudian dari alat buktinya, kemudian kami temukan pada proses penyidikan maupun proses persidangan kami tetapkan sebagai tersangka, siapa pun itu," ucapnya.

Diberitakan sebelumnya, Sekretaris MA Hasbi Hasan diduga terlibat dalam kasus ini setelah namanya disebut dalam dakwaan Theodorus Yosep Parera dan Eko Suparno yang merupakan pengacara. Disebutkan, dia ikut membantu pengurusan perkara di MA dengan perantara Komisaris PT Wika Beton Dadan Tri Yudianto.

Sementara itu, dalam kasus suap pengurusan perkara ada 15 tersangka yang sudah ditetapkan. Mereka adalah adalah Hakim Yustisial Edy Wibowo; Hakim Agung Gazalba Saleh; Hakim Yustisial Prasetio Nugroho; dan staf Gazalba, Redhy Novarisza.

Tersangka lainnya, yaitu Hakim Agung Sudrajad Dimyati; Hakim Yustisial atau panitera pengganti Elly Tri Pangestu; dua aparatur sipil negara (ASN) pada Kepeniteraan MA Desy Yustria dan Muhajir Habibie; serta dua ASN di MA, Nurmanto Akmal dan Albasri.

Kemudian, pengacara Yosep Parera dan Eko Suparno serta Debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana Heryanto Tanaka, dan Debitur Koperasi Simpan Pinjam Ivan Dwi Kusuma Sujanto.

Selain itu, ada satu tersangka lain yang baru saja ditetapkan dalam kasus ini yaitu Ketua Pengurus Yayasan Rumah Sakit (RS) Sandi Karya Makassar (SKM), Wahyu Hardi. Ia diduga memberi uang sebesar Rp3,7 miliar kepada Edy Wibowo agar rumah sakit tersebut tidak dinyatakan pailit di tingkat kasasi.