Bagikan:

JAKARTA - Terdakwa Ricky Rizal menyesali terjadinya peristiwa yang menewaskan Yosua alias Brigadir J. Namun, ia ogah merasa bersalah dengan adanya kasus tersebut.

Penyesalah Ricky Rizal itu bermula saat hakim anggota tiba-tiba menanyakan hal yang dirasakannya dalam kasus tersebut.

"Perasaan kamu sekarang gimana? Biasa aja atau bagaimana?" tanya hakim dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Senin, 9 Januari.

"Perasaan saya terkait kejadian itu Yang Mulia?" sebut Ricky mempertanyakan.

"Kami ingin tau bagaimana perasaanmu sekarang?" timpal hakim.

"Saya merasa sedih atas semua yang saya alami," kata Ricky.

"Hanya sedih?" tanya hakim menegaskan.

"Siap Yang Mulia," uangkap Ricky.

Mendengar keterangan itu, hakim mempertanyakan tak ada perasaan lain yang diraskana Ricky Rizal saat ini, termasuk rasa bersalah.

Ricky seolah ogah disebut merasa bersalah. Sebab, ia justru mempertanyakan konteks rasa bersalah yang dimaksud.

"Kamu tidak merasa bersalah apa tidak?" tanya hakim.

"Saya menyesali," sebut Ricky.

"Jangan, pertanyaan saya dijawab! Kamu merasa bersalah apa tidak?" tegas hakim.

"Mohon izin yang mulia, bersalah atas apa?" kata Ricky.

"Atas kejadian ini ada bersalah gak?" sebut hakim.

"Kalau bersalah saya lebih menyampaikan ke menyesali kejadian seperti ini," ungkap Ricky.

Hakim pun mempertegas jawaban Ricky yang mengaku menyesal di kasus tersebut.

"Menyesali atas meninggalnya rekan saudara ya?" tanya hakim.

"Atas kejadian seperti ini harus terbunuh almarhum Yosua," kata Ricky.

Ricky Rizal didakwa turut serta terlibat dalam rangkaian dugaan pembunuhan Brigadir J. Ia disebut tak mencegah dan melaporkan terjadinya tindak pidana.

Kemudian, di kasus ini ada empat terdakwa lainnya yakni, Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Kuat Ma'ruf dan Bharada Richard Eliezer.

Merujuk dakwaan, Ferdy Sambo memerintahkan Bharada E untuk menembak Brigadir J di ruang tengah rumah dinas Komplek Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan, 8 Juli.

Di perkara ini, mereka didakwa melanggar Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Mereka terancam pidana maksimal hukuman mati, penjara seumur hidup atau selama-lamanya 20 tahun.