Soal Sistem Pemilu 2024 Proporsional Tertutup atau Terbuka, KPU Masih Tunggu Keputusan MK
Ilustrasi surat suara Pemilihan Umum (Pemilu) serentak 2024 yang meliputi Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Pemilihan Legislatig (Pileg). (Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Ketua Divisi Teknis Komisi Pemilihan Umum (KPU), Idham Holik, memastikan Pemilu 2024 akan kembali menerapkan sistem proporsional terbuka.

Idham menanggapi penolakan delapan partai politik (parpol) parlemen terhadap wacana sistem proporsional tertutup diberlakukan dalam pesta demokrasi lima tahunan.

Idham mengatakan ketentuan Pemilu 2024 masih berdasarkan Pasal 168 ayat (2) UU Nomor 7 Tahun 2017. Dalam ketentuan tersebut, kata dia, sistem pemilu legislatif di Indonesia adalah proposional dengan daftar terbuka.

"Teks norma Pasal 168 ayat (2) UU Nomor 7 Tahun 2017 berbunyi Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka," ujar Idham, Senin, 9 Januari.

Dia menjelaskan, tahapan Pemilu 2024 dilaksanakan sesuai ketentuan dalam Pasal 3 huruf d Undang-Undang nomor 7 Tahun 2017 juncto Pasal 6 ayat (3) huruf a Peraturan DKPP RI Nomor 2 Tahun 2017. Menurutnya, berkepastian hukum adalah salah satu prinsip penyelenggaraan pemilu.

"Implementasi prinsip tersebut bersifat imperatif dalam mewujudkan penyelenggaraan pemilu yang profesional," jelasnya.

Selanjutnya, kata Idham, dalam konteks prinsip berkepastian hukum dalam penyelenggaraan pemilu, KPU wajib menjalankan apapun keputusan Mahkamah Konstitusi (MK). Mengingat adanya gugatan judical review yang masuk ke MK terkait UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Hasil uji materi itu apakah akan kembali memberlakukan rakyat mencoblos sendiri wakilnya di parleman atau hanya memilih partai politik di kertas suara akan diputuskan MK pada 17 Januari mendatang.

Hal tersebut, lanjut Idham, sesuai dengan norma dalam Pasal 10 ayat (1) UU Nomor 8 Tahun 2011 yang berbunyi; "Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final, yakni putusan Mahkamah Konstitusi langsung memperoleh kekuatan hukum tetap sejak diucapkan dan tidak ada upaya hukum yang dapat ditempuh. Sifat final dalam putusan Mahkamah Konstitusi dalam Undang-Undang ini mencakup pula kekuatan hukum mengikat."

"Apa pun yang akan menjadi materi amar Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nanti, sebagai penyelenggara pemilu wajib melaksanakannya," tegas Idham.

Sebelumnya, delapan parpol parlemen sepakat menolak wacana sistem proporsional tertutup di Pemilu 2024 dalam acara yang digelar di bilangan Jakarta Selatan pada Minggu 9 Januari.

Kedelapan partai yang benderanya terdapat dalam panggung acara itu adalah Partai Golkar, Gerindra, NasDem, PKB, Demokrat, PKS, PAN, dan PPP. Namun, soal kehadiran elite atau petinggi parpol, hanya Partai Gerindra yang tidak datang.

Wakil Ketua Umum NasDem Ahmad Ali meminta KPU tak usah terlibat dalam polemik sistem pemilu ini dengan menguraikan tafsir gugatan sistem pemilu yang kini tengah diajukan ke MK.

"NasDem berharap kepada KPU untuk konsisten melaksakan undang-undang. KPU jangan menafsir sesuatu yang belum ada landasannya. Hari ini pemilu kita sedang diuji, artinya KPU harus berpegang teguh kepada UU yang ada," kata Ali usai pernyataan sikap 8 parpol di Jakarta Selatan, Minggu, 8 Januari.