JAKARTA - Ketua DPP PAN Saleh Partaonan Daulay menanggapi wacana pemberlakukan sistem proporsional tertutup pada Pemilu 2024. Adalah Ketua KPU Hasyim Asy'ari yang sebelumnya melempar wacana itu di tengah jalannya gugatan Pasal 168 Ayat (2) UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK).
Saleh menegaskan, sejak 2008 sistem pemilu yang dipakai adalah sistem proporsional terbuka. Dia menjelaskan, sistem tersebut diberlakukan sebagai bentuk ketaatan kepada putusan MK tanggal 23 Desember 2008 yang menyatakan bahwa pasal 214 huruf a, b, c, d, dan e tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Dengan begitu, kata dia, MK menyatakan sistem pemilu yang digunakan adalah sistem suara terbanyak.
"Keputusan MK itu sudah benar. Buktinya, sudah dipakai berulang kali dalam pemilu kita. Setidaknya pada pemilu 2009, 2014, dan 2019," ujar Saleh dalam keterangannya, Jumat, 30 Desember.
Sejauh ini, lanjut Saleh, sistem pemilu terbuka tidak menemui kendala apa pun. Bahkan masyarakat menerimanya dengan baik.
"Partisipasi politik anggota masyarakat juga tinggi. Sebab, dengan sistem itu, siapa pun berpeluang untuk menang. Tidak hanya yang menempati nomor urut teratas," lanjutnya.
Ketua Fraksi PAN DPR itu pun meminta MK agar berhati-hati dalam memutuskan perkara penggunaan sistem pemilu 2024.
Sebagaimana diketahui, saat ini proses terkait gugatan proporsional tertutup sedang berlangsung di MK. MK sedang menguji Pasal 168 (2) UU 7/2017 yang mengatur pemungutan suara dengan memilih calon anggota legislatif atau sistem proporsional terbuka.
Saleh berharap, MK bisa berdiri secara tegak dan adil dalam mengadili perkara tersebut.
"Jangan sampai ada dugaan bahwa MK cenderung tidak berlaku adil karena lebih memilih salah satu sistem daripada yang lainnya," tegas Saleh.
BACA JUGA:
Saleh lantas mengingatkan saat Hakim Konstitusi, Arsyad Sanusi membacakan pertimbangan pada majelis 23 Desember 2008 lalu, bahwa sistem penetapan anggota legislatif berdasarkan nomor urut bertentangan dengan prinsip kedaulatan rakyat yang dijamin konstitusi.
Hal tersebut, merupakan pelanggaran atas kedaulatan rakyat. Sebab, kehendak rakyat yang tergambar dari pilihan mereka tidak diindahkan dalam penetapan anggota legislatif. Bahkan, kata Saleh, kala itu Arsyad kala mengatakan bahwa dasar filosofi dari setiap pemilihan atas orang untuk menentukan pemenang adalah berdasarkan suara terbanyak.
Menurutnya, memberlakukan sistem nomor urut berarti memasung hak suara rakyat untuk memilih sesuai pilihannya. Selain itu, sistem ini juga telah mengabaikan tingkat legitimasi politik calon terpilih.
"Argumen itu jelas tertuang dalam pertimbangan hukum majelis ketika itu. Tentu sangat aneh, jika argumen bagus dan rasional seperti itu dikalahkan. Apalagi, putusan MK itu kan sifatnya final dan mengikat," jelas Saleh.
Saleh pun mencurigai ada kepentingan lain apabila aturan yang sudah mengikat diubah tiba-tiba mendekati pelaksanaan Pemilu 2024.
"Kalau sudah final, sudah mengikat, sudah dipraktikkan, kok masih mau diubah? Kelihatannya ada yang memiliki agenda besar di dalam pengujian pasal sistem pemilu ini," pungkasnya.
Sebelumnya, Ketua KPU Hasyim Asy'ari menjelaskan soal kemungkinan Pileg dilakukan secara proporsional tertutup di Pemilu 2024. Menurutnya, opsi itu lantaran adanya gugatan ke MK untuk menggunakan kembali proporsional tertutup.
"Ada permohonan judicial review atau gugatan terhadap norma sistem proposal terbuka menjadi sistem tertutup, saya rasa kan bisa mengikuti sidangnya di MK atau informasi di website MK," ujar Hasyim di Kantor KPU RI, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 29 Desember.
Hasyim mengaku tidak menyarankan proporsional tertutup, namun hanya mengingatkan partai politik dan lainnya untuk menyiapkan mental apabila sewaktu-waktu ada perubahan sistem.
"Kan partai politik atau aktivis partai atau siapapun, misalkan yang mau nyalon harus mengikuti perkembangan itu, supaya siap mental, supaya secara psikologis siap menghadapi perubahan, kalau terjadi perubahan," katanya.
"Misalkan kalau sekarang ini ada orang katakanlah mau nyaleg gitu ya, menyebut dirinya, Hasyim Asy'ari calon anggota DPR partai anu dari dapil ini itu ya misalkan, pertanyaan saya dari mana bisa diketahui dia sekarang caleg? Wong pendaftaran di KPU aja belum," lanjut Hasyim.