Bagikan:

JAKARTA - Wakil Ketua MPR, Hidayat Nur Wahid, meminta KPU fokus melaksanakan tahapan Pemilu Serentak 2024 dan tidak mencampuri keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait uji materi UU Pemilu tentang sistem proporsional terbuka.

Terlebih dari 9 fraksi yang ada di DPR RI, hanya satu yakni fraksi PDIP yang menerima sistem pemilu proporsional tertutup. Sementara sikap 8 ketua fraksi lainnya menginginkan pemilu tetap digelar dengan sistem proporsional terbuka.

“Ini artinya, kecuali fraksi PDIP, semua fraksi dan partai peserta pemilu di DPR kompak ingin sistem proporsional terbuka dilanjutkan. Karena sistem proporsional terbuka sesuai dengan konstitusi, dan itu sesuai dengan putusan MK sebelumnya,” ujar Hidayat di Jakarta, Kamis, 5 Januari.

Menurut HNW, dalam sistem pemilu terbuka, rakyat dapat mengetahui dan bisa memilih langsung calon legislatif yang dipercaya untuk menjadi wakilnya di parlemen, tidak seperti 'membeli kucing dalam karung'.

“Selaku pemilih dan pemilik kedaulatan, rakyat berharap bisa mempergunakan haknya untuk memberi 'reward atau punishment' dengan memperhatikan track record serta visi dan misi caleg atau parpol yang akan dipilihnya,” jelas legislator PKS itu.

Sistem ini, menurut HNW, juga sejalan dengan ketentuan bahwa kedaulatan ada di tangan rakyat yang dijamin oleh Pasal 1 ayat (2) UUD NRI 1945.

Anggota DPR yang duduk di Komisi VIII DPR itu menilai, sikap kedelapan ketua fraksi di DPR harus menjadi salah satu pertimbangan MK dalam memutus perkara pengujian UU Pemilu yang diajukan oleh sejumlah pihak. Di mana penggugat menginginkan pemberlakuan kembali sistem proporsional tertutup.

“MK harusnya juga konsisten dengan putusannya sendiri yang sebelumnya mengubah dari sistem proporsional tertutup menjadi terbuka. Dan, sistem proporsional terbuka lah yang lebih sesuai dengan UUD NRI 1945,” tegas Wakil Ketua Majelis Syura PKS itu.

Pimpinan MPR itu berharap, kegaduhan mengenai sistem pemilu dapat segera diakhiri dengan ditolaknya permohonan uji materiil tersebut. Sehingga, kata HNW, semua pihak terkait khususnya KPU, bisa fokus melaksanakan seluruh tahapan Pemilu.

“Pimpinan KPU ketika bertemu Ketua PP Muhammadiyah sudah mendapatkan penegasan bahwa Pemilu pada 14 Februari 2024 merupakan harga mati. (Jadi) KPU fokus saja pada tugasnya melaksanakan pemilu, dan tidak ikut campur dalam polemik wacana perubahan sistem tertutup ini," tegas HNW.

Sebab, tambah HNW, pada prinsipnya ada asas presumption of constitutionality, yakni suatu aturan UU dianggap konstitusional selama MK tidak memutuskan sebaliknya. Dan, yang berlaku saat ini adalah sistem proporsional terbuka.

"Maka MK yang putusannya bersifat final dan mengikat hendaknya juga konsisten dengan putusan yang pernah dibuatnya, agar tidak menimbulkan kegaduhan yang dapat menyebabkan ketidakpercayaan rakyat serta persiapan pemilu yang tidak maksimal," pungkasnya.