JAKARTA - Ketua DPP PDIP Ahmad Basarah menilai pernyataan Ketua KPU Hasyim Asy'ari, yang mengingatkan semua pihak soal kemungkinan pemilihan umum anggota legislatif (Pileg) 2024 dilakukan secara proporsional tertutup sudah tepat.
Hal ini seiring adanya permohonan pengujian UU Nomor 7 Tahun 2017 terkait sistem pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK). Menurut Basarah, sikap ketua KPU yang mengingatkan peserta pemilu itu adalah tindakan yang memiliki dasar hukum.
Wakil Ketua MPR itu menjelaskan, salah satu kewajiban KPU adalah menyampaikan semua informasi penyelenggaraan pemilu kepada masyarakat, sebagaimana Pasal 14 huruf c UU Pemilu.
"Jika dicermati, pernyataan ketua KPU dalam forum resmi catatan akhir tahun wajib disampaikan berbagai informasi dan dinamika penting sepanjang 2022 yang perlu diketahui oleh para peserta Pemilu dan masyarakat,’’ ujar Ahmad Basarah di Jakarta, Selasa, 3 Januari.
Menurut Basarah, masyarakat berhak mengetahui berbagai proyeksi tahun 2023 untuk mengantisipasi semua perencanaan demi kesuksesan agenda Pemilu 2024. Salah satunya, yakni pengujian konstitusionalitas Pasal 168 UU Pemilu tentang sistem proporsionalitas terbuka dalam pemilu di MK.
"Para pemohon pada pokoknya menginginkan pemilu dilakukan dengan proporsional tertutup, mengingat sistem inilah yang dianggap paling sesuai dengan maksud Pasal 22E ayat (3) UUD 1945, yang menyebutkan peserta pemilihan umum untuk memilih anggota DPR dan anggota DPRD adalah partai politik,’’ jelas Basarah.
Ketua Fraksi PDIP MPR itu mengatakan, Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 menyebutkan bahwa MK berwenang mengadili dan menguji undang-undang terhadap UUD pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final.
"Sifat final menunjukkan bahwa putusan MK, baik yang sifatnya menolak permohonan maupun mengabulkan permohonan, merupakan putusan yang tidak tersedia upaya hukum lain, bersifat mengikat, dan wajib untuk dilaksanakan,’’ katanya.
Dengan demikian, lanjut Basarah, sesuai dengan konstitusi dan UU MK, terdapat dua kemungkinan atas pengujian sistem Pemilu pada UU Pemilu di MK, yaitu ditolak atau dikabulkan.
Jika permohonan ditolak, kata dia, tentu mekanisme Pemilu 2024 akan sama dengan mekanisme Pemilu 2019, 2014 dan 2009 yang menggunakan proporsional terbuka.
"Tapi, jika permohonan dikabulkan, keputusan itu tentu akan membawa pengaruh pada persiapan dan mekanisme memilih di Pemilu 2024 termasuk memberi pengaruh bagi parpol dan bakal calon anggota legislatifnya,’’ jelas doktor bidang hukum tata negara Universitas Diponegoro itu.
Mengingat dua kemungkinan atas hasil pengujian sistem Pemilu di MK tersebut, Basarah menilai, pernyataan ketua KPU sudah tepat dan sama sekali tidak dimaksudkan mendukung sistem pemilu tertentu.
Dia pun mengingatkan elemen masyarakat, bahwa apa pun sistem pemilu yang diputuskan MK, KPU harus melaksanakannya selagi sistem itu sudah berkekuatan hukum tetap. Baik karena telah diatur dalam UU Pemilu maupun berdasarkan putusan MK.
"Pernyataan ketua KPU sebenarnya justru untuk mengingatkan, bahwa pengalaman yang ada selama ini menunjukkan putusan MK berpengaruh pada tahapan penyelenggaraan pemilu," kata Basarah.
Sebelumnya, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari, bicara soal kemungkinan sistem Pemilihan Umum atau Pemilu 2024 akan kembali menggunakan sistem proporsional tertutup. Dia mengatakan sistem tersebut sedang dibahas melalui sidang Mahkamah Konstitusi (MK).
Namun, Hasyim menjelaskan, itu hanya sebatas asumsi berdasarkan adanya gugatan di Mahkamah Konstitusi tentang Undang-Undang Kepemiluan saat ini. Sehingga hal itu bukanlah usulan dari KPU melainkan dari kondisi faktual kepemiluan yang terjadi saat ini.
BACA JUGA:
"Jadi barangkali bagi calon peserta pemilu bisa bersiap-siap dan mengikuti perkembangan jika gugatan tersebut dikabulkan MK," ujarnya saat acara Catatan Akhir Tahun KPU di kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis 29 Desember 2022.