JAKARTA - Pemerintah junta militer Myanmar akan membebaskan 7.012 tahanan di bawah amnesti untuk memperingati hari kemerdekaan menurut penyiar negara MRTV pada Hari Rabu, sementara pemimpin militer memuji sejumlah negara lantaran mempertahankan hubungan dengan Myanmar.
Myanmar menghadapi isolasi internasional dan sanksi yang dipimpin Barat, sejak militer merebut kekuasaan dari pemerintah yang dipilih secara demokratis pimpinan peraih Nobel Aung Sang Suu Kyi hampir dua tahun lalu.
"Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada beberapa negara dan organisasi internasional dan regional serta individu yang secara positif bekerja sama dengan kami di tengah semua tekanan, kritik dan serangan," kata Jenderal Senior Min Aung Hlaing dalam pidato HUT Kemerdekaan ke-75 Myanmar, melansir Reuters 4 Januari.
"Kami bekerja sama erat dengan negara-negara tetangga seperti China, India, Thailand, Laos, dan Bangladesh. Kami akan bekerja sama untuk stabilitas dan pembangunan perbatasan," ujar Min Aung Hlaing dalam pidato pada parade di ibu kota Naypyitaw, lengkap dengan bendera- melambai kepada pegawai negeri, tentara berbaris, tank hingga jet militer.
Pihak berwenang biasanya membebaskan beberapa tahanan, untuk menandai hari ketika Myanmar mendeklarasikan kemerdekaan dari kekuasaan Inggris.
MRTV mengatakan, amnesti terbaru tidak akan mencakup mereka yang dihukum karena pembunuhan dan pemerkosaan, atau dipenjara karena tuduhan terkait bahan peledak, pergaulan yang melanggar hukum, senjata, obat-obatan, penanggulangan bencana alam dan korupsi.
Belum jelas apakah ada tahanan politik yang akan dibebaskan.
Sementara itu, Suu Kyi baru-baru ini dinyatakan bersalah atas lima tuduhan korupsi dan dipenjara selama tujuh tahun lagi, menyelesaikan maraton persidangan yang dikutuk secara internasional sebagai penipuan yang dirancang untuk mencegah ancaman terbesar junta di tengah perlawanan domestik yang meluas terhadap kekuasaannya.
Suu Kyi ditahan di penjara di Naypyitaw di sel isolasi dan militer bersikeras dia telah menerima proses hukum oleh pengadilan independen.
Diketahui, Myanmar berada dalam kekacauan sejak tentara mengambil alih kekuasaan dari pemerintahan Suu Kyi pada 1 Februari 2021, menahannya dan pejabat lainnya serta menanggapi protes dan perbedaan pendapat pro-demokrasi dengan kekuatan brutal, menggusur ratusan ribu orang.
BACA JUGA:
Protes jalanan sekarang jarang terjadi setelah penumpasan berdarah, saat militer terlibat dalam bentrokan hampir setiap hari dengan pasukan etnis minoritas dan ketidakamanan telah menyebar ke pelosok negara, dengan Pasukan Pertahanan Rakyat telah mengangkat senjata untuk berjuang kembali ke demokrasi.
Amerika Serikat, Uni Eropa, dan negara-negara seperti Inggris hingga Kanada, telah memberlakukan sanksi terhadap militer Myanmar dan individu yang dianggap telah membantu junta berkuasa.
Terbaru, Dewan Keamanan PBB bulan lalu mengadopsi resolusi pertamanya di Myanmar dalam 74 tahun, menuntut diakhirinya kekerasan dan agar junta membebaskan semua tahanan politik.
Mengacu pada tekanan internasional, Min Aung Hlaing mengecam apa yang disebutnya sebagai "gangguan dari negara dan organisasi yang ingin campur tangan dalam urusan dalam negeri Myanmar."