NTT - Polres Rote Ndao telah mengantongi identitas terduga fasilitator keberangkatan 13 imigran gelap asal Irak ke Australia.
Kapolres Rote Ndao AKBP I Nyoman Putra Sandita mengatakan terduga pelaku bernama Hanafi Laduma, warga Desa Papela, Kecamatan Rote Timur, Kabupaten Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur (NTT).
"Orangnya kabur saat tim Polres Rote Ndao mengamankan belasan WNA Irak tersebut di Pantai Rote Selatan," katanya, Jumat 16 Desember, disitat Antara.
Putra mengatakan, 13 imigran itu sempat terdampar di titik nol terselatan Indonesia, atau di perairan Rote Barat Daya. Mereka sebelumnya ditolak masuk ke Australia untuk mencari suaka.
Pihaknya kemudian mengangkut para imigran itu ke Mapolres Rote Ndao. Dari pengusutan, diketahui orang yang memfasilitasi keberangkatan belasan warga negara asing (WNA) asal Irak tersebut.
"Tim masih lakukan penyelidikan dan mencari orang tersebut," tambahnya.
Saat ini, kata dia, tim dari Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) NTT sudah berada di Rote Ndao untuk mendata belasan sejumlah WNA Irak yang merupakan anak-anak dan orang dewasa tersebut.
BACA JUGA:
Berdasarkan kronologis yang diceritakan para anak buah kapal (ABK), diketahui pada Sabtu 10 Desember, ketiga orang ABK asal Desa Papela Rote bertemu dengan tiga orang ABK asal Sulawesi yang membawa para imigran. Mereka kemudian menyerahkan perahu dan para imigran kepada ABK asal Papela tersebut.
Usai menyerahkan para imigran itu, Minggu 11 Desember, mereka bertolak ke Australia untuk mengantar para imigran tersebut.
Kemudian, Selasa 12 Desember pagi, kapal yang ditumpangi para imigran itu ditangkap polisi perairan Australia Pulau Ahsmore atau dikenal dengan sebutan Pulau Pasir.
Setelah ditangkap, mereka dipindahkan ke kapal milik Australia bernama Rushani untuk beristirahat. Kapal yang di pakai untuk melintas batas negara sudah diamankan dan dibakar oleh Bea Cukai (Customs) Australia.
Selasa, sekitar pukul 22.00 Wita, para ABK asal Papela bersama para imigran tersebut diberangkatkan oleh otoritas Australia untuk kembali ke perairan Indonesia. Dari hasil pemeriksaan terhadap 13 WNA itu juga ditemukan mereka tidak memiliki dokumen keimigrasian, baik paspor maupun VISA.