PBB Kembali Tunda Status Perwakilan Taliban Afghanistan dan Junta Militer Myanmar, Dipertimbangkan Lagi Tahun Depan
Ilustrasi PBB. (Wikimedia Commons/Tom Page)

Bagikan:

JAKARTA - Keputusan nasib perwakilan pemerintah Taliban Afghanistan dan junta militer Myanmar untuk Perserikatan Bangsa Bangsa ditunda untuk kedua kalinya, tetapi dapat dapat dipertimbangkan kembali dalam sembilan bulan ke depan, menurut laporan Komite Kredensial PBB.

Majelis Umum PBB yang beranggotakan 193 orang pada Hari Jumat akan menyetujui laporan tersebut, yang juga menunda keputusan tentang klaim saingan atas kursi Libya di PBB. Komite kredensial PBB beranggotakan sembilan negara, termasuk Rusia, China dan Amerika Serikat.

Komite Kredensial PBB bertemu pada 12 Desember dan setuju, tanpa pemungutan suara, untuk "menunda pertimbangan kredensial" untuk Myanmar, Afghanistan dan Libya "dan untuk kembali mempertimbangkan kredensial ini di masa mendatang dalam sesi ketujuh puluh tujuh," yang berakhir pertengahan September tahun depan.

Penundaan keputusan meninggalkan utusan saat ini tetap di kursi negara mereka, kata para diplomat, melansir Reuters 15 Desember.

Klaim yang bersaing dibuat untuk kursi Myanmar dan Afghanistan dengan administrasi Taliban dan junta Myanmar diadu melawan utusan pemerintah yang mereka gulingkan tahun lalu.

Penerimaan PBB atas pemerintahan Taliban dan junta Myanmar, akan menjadi langkah menuju pengakuan internasional yang diinginkan oleh keduanya.

Majelis Umum PBB tahun lalu mendukung penundaan keputusan tentang kredensial Myanmar dan Afghanistan.

Taliban merebut kekuasaan pada pertengahan Agustus tahun lalu dari pemerintah yang diakui secara internasional. Ketika Taliban terakhir memerintah Afghanistan antara tahun 1996 dan 2001, duta besar pemerintah yang mereka gulingkan tetap menjadi utusan PBB setelah komite kredensial menunda keputusannya tentang kursi tersebut.

Sementara, junta Myanmar merebut kekuasaan dari pemerintahan terpilih Aung San Suu Kyi pada Februari tahun lalu.

Selain Afghanistan dan Myanmar, Klaim tandingan juga dibuat tahun ini untuk kursi PBB Libya, yang saat ini dipegang oleh Pemerintah Persatuan Nasional di Tripoli, oleh "Pemerintah Stabilitas Nasional" yang dipimpin oleh Fathi Bashagha dan didukung oleh parlemen di timur negara itu.