RKUHP Bakal Disahkan DPR, PKS Minta Pasal Penghinaan Presiden Dihapus dan Larang LGBT
Ilustrasi rapat paripurna DPR di Kompleks Parlemen Senayan Jakarta. (Nailin I S-VOI)

Bagikan:

JAKARTA - DPR menggelar rapat paripurna terkait pembicaraan Tingkat II atau Pengambilan Keputusan atas RUU tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) pada hari ini, Selasa, 6 Desember.

Pengambilan keputusan ini disepakati setelah Komisi III DPR dan pemerintah setuju untuk membawa RKUHP ke paripurna untuk disahkan. Seluruh Fraksi menyetujui hal tersebut, namun fraksi PKS memberikan catatan tegas dalam persetujuan RUU KUHP yang baru.

Yakni, pertama, menghapus atau mencabut pasal penghinaan Presiden/wakil presiden, pemerintah, dan lembaga-lembaga negara. Kedua, menuntut penegasan larangan perilaku LGBT.

"Fraksi PKS DPR menangkap aspirasi publik yang luas atas dua hal tersebut sehingga dengan tegas mensyaratkan agar keduanya diakomodir sebelum RUU KUHP ini nantinya disahkan dalam Paripurna DPR," ujar Ketua Fraksi PKS Jazuli Juwaini, kepada wartawan, Selasa, 6 Desember.

Jazuli menegaskan, fraksi PKS konsisten sejak awal meminta pasal penghinaan Presiden/Wapres, pemerintah, dan lembaga-lembaga negara ini dicabut. Bahkan sejak awal-awal pembahasan pada 5-10 tahun yang lalu.

"Karena pasal ini berpotensi menjadi pasal karet dan mengancam demokrasi. Pasal ini bisa disalahgunakan penguasa untuk memberangus kritik masyarakat," tegas Jazuli.

Padahal, lanjut Jazuli, semangat merevisi RKUHP adalah untuk mereformasi produk kolonial. Sementara pasal penghinaan Presiden/Wapres, pemerintah, dan lembaga-lembaga negara ini sejarahnya melindungi penguasa kolonial.

"Ini ironis dan bisa setback demokrasi yang susah payah kita perjuangkan melalui reformasi tahun 1998," jelas Jazuli.

"Sedangkan terkait penegasan larangan dan pidana perilaku LGBT, Fraksi PKS melihat hal ini sudah sangat darurat melihat trend perkembangan penyimpangan moral ini dalam kehidupan bermasyarakat. Bahkan ada desakan dan kampanye sistematis yang memaksakan legalitas perilaku menyimpang ini," tambahnya.

Legislator dapil Banten ini, mengatakan dasar negara Pancasila dan UUD 1945 sudah jelas tidak memberi ruang bahkan melarang perilaku LGBT. Sebab, kata Jazuli, ini bukan lagi persoalan kebebasan dan hak asasi manusia tapi penyimpangan.

Menurutnya, kebablasan di Indonesia dibatasi oleh undang-undang berdasarkan norma agama dan budaya luhur bangsa sehingga tidak ada kebebasan tanpa batas atau bebas nilai seperti LGBT.

"Perilaku LGBT dan semua jenis kampanyenya jelas pelanggaran nilai-nilai ketuhanan dan kemanusiaan yang beradab dan merusak karakter bangsa. Sehingga semestinya kita tidak perlu ragu atau setengah hati menegaskan larangan LGBT dalam RUU KUHP," kata Jazuli.

Jazuli menambahkan, Fraksi PKs mengapresiasi bab kesusilaan dalam RUU KUHP yang lebih maju dengan adanya perluasan pasal tentang perzinahan dan kohabitasi (kumpul kebo), meskipun ada sejumlah catatan penguatan.

Selain itu, RUU KUHP juga mengatur larangan bagi setiap orang melakukan perbuatan cabul baik dilakukan terhadap orang lain yang berbeda atau sama jenis kelaminnya, yang bisa menjadi pintu masuk pidana bagi perilaku LGBT.

Hanya saja, kata Jazuli, pasal tersebut perlu lebih tegas menyebutkan larangan LGBT, mencakup perilakunya dan segala bentuk kampanyenya di ruang publik.

"Fraksi PKS berharap Fraksi-Fraksi di DPR dan Pemerintah mau mendengarkan aspirasi publik atas dua isu di atas semata-mata untuk menjaga demokrasi dan untuk menyelamatkan identitas karakter bangsa yang berketuhanan dan beradab berdasarkan Pancasila dan UUD 1945," tandasnya.