Bunyi Pasal Penghinaan Presiden yang Ditolak PKS Hingga <i>Walk Out</i> di Paripurna
Foto Nailin In Saroh/VOI

Bagikan:

JAKARTA - Ketua Fraksi PKS DPR Jazuli Juwaini, buka suara soal sikap anggotanya yang walk out dari rapat paripurna pengesahan Undang-Undang Hukum Pidana.

Jazuli membenarkan fraksi PKS di Komisi III DPR memang sudah menyetujui RKUHP dibawa ke paripurna dengan catatan. Catatan tersebut, yakni menolak pasal penghinaan terhadap presiden/wakil presiden dan lembaga dicabut, serta meminta untuk mempertegas larangan terhadap LGBT.

"Ya dalam pembahasan, PKS tetap kasih catatan. PKS menolak pasal penghinaan presiden dan meminta agar dipertegas larangan LGBT," ujar Jazuli, Rabu, 7 Desember.

Namun kemudian, dalam rapat paripurna terjadi perdebatan antara pimpinan DPR dan anggota fraksi PKS. Pasalnya, menurut catatan yang diterima pimpinan DPR, fraksi PKS menolak pasal penghinaan presiden namun di dalam paripurna justru anggota fraksi PKS meminta agar pasal penghinaan presiden dicabut.

Lantas, bagaimana bunyi pasal penghinaan yang ditolak PKS dalam UU KUHP?

Dalam naskah RKUHP terbaru per 30 November 2022, ketentuan pidana tersebut dituangkan dalam pasal 218. Pelaku diancam hukuman tiga tahun penjara.

"Setiap orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri presiden dan/atau wakil presiden, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV," demikian bunyi pasal 218 ayat (1) RKUHP.

Penjelasan pasal itu menyebut, menyerang kehormatan adalah perbuatan yang merendahkan atau merusak nama baik atau harga diri. Perbuatan menista atau memfitnah masuk dalam kategori itu.

Ayat (2) pasal tersebut juga memberi pengecualian. Perbuatan yang dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri tidak termasuk kategori penyerangan kehormatan atau harkat martabat.

"Yang dimaksud dengan 'dilakukan untuk kepentingan umum' adalah melindungi kepentingan masyarakat yang diungkapkan melalui hak berekspresi dan hak berdemokrasi, misalnya melalui unjuk rasa, kritik, atau pendapat yang berbeda dengan kebijakan presiden dan/atau wakil presiden," bunyi penjelasan pasal 218 ayat (2).

Bagian pasal tersebut menjelaskan kritik menjadi hal penting sebagai bagian dari kebebasan berekspresi yang sedapat mungkin bersifat konstruktif dalam negara demokratis.

"Dalam negara demokratis, kritik menjadi hal penting sebagai bagian dari kebebasan berekspresi yang sedapat mungkin bersifat konstruktif, walaupun mengandung ketidaksetujuan terhadap perbuatan, kebijakan, atau tindakan Presiden dan/atau Wakil Presiden."

Anggota Fraksi PKS Walk Out di Paripurna

Sebelumnya, anggota fraksi PKS Iskan Qolba Lubis mengancam akan menggugat pasal penghinaan presiden dalam UU KUHP. Bahkan, dia sampai walk out dari rapat paripurna usai debat panas dengan Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad selaku pimpinan sidang.

Awalnya, Iskan memberikan interupsi untuk menyampaikan dua catatan terhadap RUU KUHP. Akan tetapi, Dasco langsung memotong interupsi tersebut karena Iskan meminta agar pasal penghinaan terhadap presiden dan lembaga dihapus.

Padahal, sebelumnya fraksi PKS sudah sepakat RUU ini dibawa ke paripurna. Bahkan dia mengancam menggugat pasal tersebut ke Mahkamah Konstitusi.

"PKS masih punya 2 catatan, pertama, yang menghina pemerintah dihukum 3 tahun ini pasal karet, saya minta pasal ini dicabut. Kemaren juga mahasiswa sudah demo, ini kemunduran dari cita cita reformasi, pasal ini akan mengambil hak masyarakat menyampaikan pendapatnya. Di seluruh dunia rakyat harus mengkritik pemerintahnya, presiden pun harus dikritik. Saya akan mengajukan ke MK pasal ini," ujar Iskan dalam rapat paripurna.

Dasco pun lantas memotong pernyataan Iskan lantaran merasa fraksi PKS mengingkari kesepakatan.

"Fraksi PKS sudah sepakat dengan catatan. Catatannya sudah kita terima, sudah disepakati PKS," tegas Dasco memotong interupsi Iskan.

Iskan yang tak terima interupsinya dipotong, kemudian memperingati Dasco agar tak jadi diktator di rapat paripurna. Dia pun mengancam akan menggugat UU KUHP terkait pasal penghinaan presiden ke Mahkamah Konstitusi.

"Saya sedang bicara, jangan jadi diktator di sini, saya akan ajukan ke MK," sambung Iskan yang duduk di Komisi VIII DPR itu.

Dasco mengingatkan bahwa fraksi PKS sebelumnya sudah menyetujui RKUHP dibawa ke paripurna tanpa ada tuntutan mencabut pasal tersebut.

"Anda minta mencabut yang sudah disetujui fraksi. Karena itu sudah cukup anda berikan catatan," tegas Dasco lagi.

Iskan pun semakin geram dan menyatakan walk out dari rapat paripurna.

"Kalau saya tidak dikasih waktu, saya akan keluar dari sini," ancam Iskan.

"Silahkan" kata Dasco.