JAKARTA - Penguasa Iran kemungkinan akan selamat dari protes yang melanda negara itu dan dapat tetap berkuasa selama bertahun-tahun, kata kepala analis intelijen militer Israel pada Hari Senin, kendati diprediksi tidak bertahan untuk jangka panjang.
Terkunci dalam konflik gaya Perang Dingin dengan Iran, Israel telah memantau dengan cermat kerusuhan yang berlarut-larut dan keras, menawarkan beberapa pernyataan dukungan untuk para pengunjuk rasa.
Tetapi para pejabat Israel, fokus mereka pada proyek-proyek nuklir Iran dan sekutu gerilya regional, telah berhati-hati tentang prospek Teheran yang dipuncaki oleh pemberontakan rakyat.
"Rezim Iran yang represif tampaknya akan berhasil bertahan dari protes ini," kata Brigadir Jenderal Amit Saar, kepala penelitian intelijen militer Israel yang bertanggung jawab atas prakiraan strategis nasional, dalam sebuah pidato, melansir Reuters 6 Desember.
"Itu telah membangun alat yang sangat, sangat kuat untuk menangani protes semacam itu," terangnya dalam konferensi publik pertama oleh Institut Gazit, sebuah think-tank yang beroperasi di bawah korpsnya.
"Tapi saya pikir bahkan jika protes ini berkurang, alasan (untuk mereka) akan tetap ada, dan dengan demikian rezim Iran memiliki masalah selama bertahun-tahun yang akan datang," sambung Saar.
Berbicara di forum yang sama, komandan intelijen militer Mayor Jenderal Aharon Haliva merangkum pernyataan Saar, tetapi menambahkan: "Dilihat dalam jangka panjang, tampaknya rezim ini tidak akan bertahan."
"Saya tidak dalam posisi untuk memberikan tanggal. Kami bukan nabi," dia memperingatkan.
"Saya merekomendasikan agar kita semua menjadi jauh lebih sederhana, dengan lebih banyak peringatan, dalam hal perilaku masyarakat," sambungnya.
Bulan lalu, Haliva menyebut protes yang mengguncang Iran mulai menyerupai pemberontakan rakyat. Kendati demikian, dia melihat "tidak ada bahaya nyata" bagi kelangsungan rezim pemerintah Teheran yang berkuasa saat ini.
Pergolakan, yang dipicu oleh kematian wanita Kurdi Iran Mahsa Amini pada 16 September dalam tahanan polisi moral, merupakan salah satu tantangan terkuat bagi Pemerintah Iran sejak revolusi 1979. Teheran mencap protes itu sebagai plot yang didukung Barat.
Diketahui, protes di Iran memasuki bulan ketiga dengan Kelompok HAM HRANA mengatakan bahwa hingga Jumat 469 pengunjuk rasa telah tewas, termasuk 64 anak di bawah umur. Dikatakan 61 pasukan keamanan pemerintah juga tewas. Selain itu, sebanyak 18.210 pengunjuk rasa diyakini telah ditangkap.
BACA JUGA:
Sedangkan Javaid Rehman, seorang ahli independen yang ditunjuk PBB di Iran, mengatakan pada Hari Selasa, lebih dari 300 orang tewas dalam protes tersebut, termasuk lebih dari 40 anak-anak.
Sementara itu, kantor berita Mizan mengutip dewan keamanan negara, Kementerian Dalam Negeri mengatakan 200 orang tewas dalam "kerusuhan" baru-baru ini.
Senin pekan lalu, Komandan Pasukan Dirgantara Korps Pengawal Revolusi Iran (IRGC) Brigjen Amir Ali Hajizadeh mengatakan, sekitar 300 orang, termasuk anggota pasukan keamanan, tewas dalam kerusuhan baru-baru ini.