JAKARTA - Direktur Intelijen Nasional Avril Haines dalam sebuah pernyataan Hari Selasa mengatakan, Iran diam-diam berusaha memicu protes terkait konflik Gaza di Amerika Serikat.
Haines mengatakan, upaya itu dilakukan dengan menyamar sebagai aktivis daring, sementara dalam beberapa kasus memberikan dukungan finansial kepada para pengunjuk rasa.
"Saya ingin menjelaskan bahwa saya tahu warga Amerika yang berpartisipasi dalam protes, dengan itikad baik, mengungkapkan pandangan mereka tentang konflik di Gaza — intelijen ini tidak menunjukkan hal sebaliknya," kata Haines, dilansir dari CNN 10 Juli.
"Warga Amerika yang menjadi sasaran kampanye Iran ini mungkin tidak menyadari bahwa mereka berinteraksi dengan atau menerima dukungan dari pemerintah asing," lanjutnya.
"Kami mendesak semua warga Amerika untuk tetap waspada saat mereka berinteraksi daring dengan akun dan aktor yang tidak mereka kenal secara pribadi," imbau Haines.
Lebih lanjut dijelaskannya, Iran, meskipun sebelumnya mendukung kelompok militan Palestina Hamas, telah berupaya menyesuaikan responsnya terhadap serangan Israel di Gaza, guna menghindari konflik langsung yang berkepanjangan antara kedua negara.
Namun, Iran terus berupaya mengambil keuntungan dari Negeri Paman Sam dan Israel.
Konflik di Gaza telah memicu protes di seluruh Amerika Serikat, khususnya di kampus-kampus, di mana beberapa warga Amerika telah menyatakan kengeriannya atas skala korban sipil yang disebabkan oleh Israel saat negara itu berupaya membasmi Hamas, yang melakukan serangan pada 7 Oktober di Israel selatan.
Protes-protes tersebut telah sangat memecah belah di dalam negeri, menjadikannya sasaran empuk bagi aktor-aktor asing.
BACA JUGA:
Pejabat-pejabat AS, termasuk Haines, telah memperingatkan secara terbuka, Iran telah menjadi "semakin agresif dalam upaya pengaruh asing mereka."
Dalam beberapa minggu terakhir, "aktor-aktor pemerintah Iran telah berusaha untuk secara oportunis memanfaatkan protes-protes yang sedang berlangsung terkait perang di Gaza," kata Haines.
Sebelumnya, sebuah penilaian intelijen AS yang dirilis pada Bulan Desember melaporkan Iran juga mencoba untuk mencampuri pemilihan paruh waktu 2022. Teheran, katanya, berusaha untuk mengeksploitasi perpecahan sosial yang dirasakan dan merusak kepercayaan pada lembaga-lembaga demokrasi AS, tetapi upayanya dibatasi oleh prioritas-prioritas yang bersaing, termasuk kebutuhan untuk mengelola kerusuhan internal.