Bagikan:

JAKARTA - Seorang pejabat intelijen Amerika Serikat mengatakan, pihaknya belum melihat Rusia mengubah preferensinya dari pemilihan presiden negara itu sebelumnya tentang siapa yang disukai untuk memenangkan kontestasi tahun ini, mengindikasikan Moskow 'lebih suka' Donald Trump dari Partai Republik.

Pejabat tersebut, yang memberi pengarahan kepada wartawan tentang keamanan pemilu AS, tidak menyebutkan nama mantan presiden dan calon presiden dari Partai Republik tersebut ketika ditanya siapa yang diinginkan Moskow sebagai presiden AS berikutnya.

Namun, ia mengindikasikan Rusia lebih menyukai Trump, dengan mengatakan komunitas intelijen AS tidak mengubah penilaiannya dari pemilihan sebelumnya.

Penilaian tersebut menemukan, Moskow mencoba melalui kampanye pengaruh untuk membantu Trump menang pada tahun 2016 saat berhadapan dengan Hillary Clinton dan tahun 2020 saat menghadapi Joe Biden.

"Kami belum mengamati adanya pergeseran preferensi Rusia untuk pemilihan presiden dari pemilihan sebelumnya, mengingat peran yang dimainkan AS terkait Ukraina dan kebijakan yang lebih luas terhadap Rusia," kata pejabat dari Kantor Direktur Intelijen Nasional (ODNI), melansir Reuters 10 Juli.

Pejabat ODNI melakukan pengarahan dengan syarat anonimitas dengan rekan-rekan ODNI, pejabat dari FBI serta Koordinator Nasional untuk Keamanan dan Ketahanan Infrastruktur Kritis, sebuah badan yang melakukan pertahanan siber untuk pemerintah dan bekerja dengan industri swasta.

Ia mendefinisikan pengaruh pemilu sebagai upaya untuk membentuk hasil jajak pendapat atau merusak proses demokrasi, sementara campur tangan merupakan upaya untuk mengganggu kemampuan AS untuk menyelenggarakan pemungutan suara yang bebas dan adil.

AS belum memantau rencana oleh negara mana pun untuk "melemahkan atau mengganggu" kemampuan negara itu untuk menyelenggarakan pemilihan umum November, katanya.

Namun, lanjutnya, Rusia melalui media sosial dan cara lain telah mulai mencoba memengaruhi kelompok pemilih AS tertentu di negara bagian 'medan perang', "mempromosikan narasi yang memecah belah dan merendahkan politisi tertentu," yang tidak disebutkan namanya.

"Rusia melakukan pendekatan menyeluruh terhadap pemerintahan untuk memengaruhi pemilihan, termasuk presiden, Kongres dan opini publik," katanya.

Moskow "menentukan kandidat mana yang bersedia mereka dukung atau lawan sebagian besar berdasarkan pendirian mereka terhadap bantuan AS lebih lanjut ke Ukraina dan isu-isu terkait," kata pejabat itu.

"Itu semua taktik yang pernah kita lihat sebelumnya, terutama melalui upaya media sosial" dan "menggunakan suara AS untuk memperkuat narasi mereka," katanya.

Kedutaan Besar Rusia tidak segera menanggapi permintaan komentar. Sedangkan tim kampanye Trump menanggapi dengan mengatakan, Biden lemah terhadap Rusia, sebagaimana dibuktikan oleh invasi Rusia ke Ukraina.

"Ketika Presiden Trump berada di Ruang Oval, Rusia dan semua musuh Amerika terhalang, karena mereka takut bagaimana Amerika Serikat akan menanggapinya," kata Karoline Leavitt, sekretaris pers tim kampanye Trump, dalam sebuah pernyataan.

Trump diketahui sering mengkritik skala dukungan militer AS untuk Ukraina, sekitar 60 miliar dolar AS sejak invasi skala penuh Rusia pada tahun 2022, menyebut Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy sebagai "penjual terhebat yang pernah ada."

Dua penasihat keamanan nasional Trump telah memberinya rencana untuk mengakhiri bantuan militer AS ke Ukraina, kecuali jika negara itu membuka pembicaraan dengan Rusia untuk mengakhiri konflik.

Sebuah penilaian komunitas intelijen baru yang diterbitkan minggu ini di situs web ODNI mengatakan, Rusia "tetap menjadi ancaman utama bagi pemilihan kita" dan "aktor pengaruh Rusia" yang tidak disebutkan namanya secara diam-diam berencana untuk "mempengaruhi opini publik" di negara bagian yang masih belum jelas dan "mengurangi dukungan AS untuk Ukraina."

Rusia baru-baru ini berupaya memengaruhi audiens AS melalui "saluran pesan langsung terenkripsi," kata pejabat tersebut, namun tidak menjelaskan lebih lanjut.

Awal bulan lalu, Presiden Vladimir Putin mengatakan, Rusia tidak memusingkan siapa pun yang memenangi Pemilihan Presiden Amerika Serikat pada November mendatang, namun menegaskan akan bekerja sama dengan presiden yang dipilih oleh masyarakat Negeri Paman Sam.

Berbicara kepada editor media asing pada forum ekonomi di St Petersburg, Presiden Putin menyebut Pemerintahan Presiden Joe Biden, pemasok peralatan militer terbesar ke Ukraina, melakukan kesalahan demi kesalahan, sesuatu yang ia duga "membakar" sistem politik AS dan kepemimpinan global.

"Pada dasarnya, kami tidak peduli (siapa yang menang)," kata Presiden Putin ketika ditanya oleh Reuters apakah ia yakin hasil Pemilu AS akan membuat perbedaan bagi Moskowi.

"Bagi kami, kami tidak menganggap hasil akhirnya penting. Kami akan bekerja sama dengan presiden mana pun yang dipilih rakyat Amerika," tandas Presiden Putin.

Presiden Putin juga mengatakan Moskow tidak akan mencampuri politik dalam negeri AS, sesuatu yang telah berulang kali dituduhkan oleh badan intelijen AS di masa lalu.

Sementara, masa jabatan Presiden Trump sebelumnya telah merusak hubungan Washington-Moskow, katanya, dan sulit untuk mengatakan apakah kali ini akan berbeda jika ia memenangkan pemilihan pada Bulan November.

"Kami tidak pernah memiliki hubungan khusus dengan Trump, tetapi faktanya tetap, sebagai presiden ia mulai memberlakukan sanksi besar-besaran terhadap Rusia, ia menarik diri dari perjanjian rudal jarak menengah dan pendek," ungkap Presiden Putin.

"Jika saya mengatakan, saya berbicara dengan sangat tulus, bahwa kami percaya setelah pemilihan akan ada perubahan terhadap Rusia dalam kebijakan Amerika, saya tidak akan mengatakannya. Kami tidak berpikir demikian. Kami pikir tidak ada yang benar-benar serius akan terjadi," urai Presiden Putin.

Namun, Pemimpin Kremlin itu tidak mengesampingkan perubahan kebijakan jika, seperti yang dikatakannya, Washington mulai memperhatikan kepentingan nasionalnya sendiri.