Kepala Intelijen AS: Presiden Putin Masih Ingin Merebut Banyak Wilayah Ukraina, Tapi Pasukannya Sudah Kelelahan
Ilustrasi tentara Rusia di Ukraina. (Wikimedia Commons/Mil.ru)

Bagikan:

JAKARTA - Kepala intelijen Amerika Serikat mengungkap pasukan Rusia mengalami kelelahan akibat pertempuran, sementara Presiden Vladimir Putin masih ingin merebut sebagian besar wilayah Ukraina.

Itu disampaikan oleh Direktur Intelijen Nasional Avril Haines yang menguraikan penilaian intelijen AS saat ini terkait peperangan yang sudah berlangsung empat bulan, menyebut konsensus badan-badan mata-mata AS adalah bahwa mereka akan terus bekerja "untuk jangka waktu yang lama."

"Singkatnya, gambarannya tetap sangat suram dan sikap Rusia terhadap Barat semakin keras," kata Haines saat memberikan keterangan, melansir Reuters 30 Juni.

Presiden Ukraina Volodymyr Zelinsky minggu ini mengatakan kepada Presiden AS Joe Biden dan para pemimpin G7 lainnya, dia berharap perang dapat berakhir pada akhir tahun.

Tetapi, komentar Haines menunjukkan miliaran dolar senjata modern yang dipasok oleh Amerika Serikat dan negara-negara lain ke pasukan Zelinsky, mungkin tidak memberi mereka kemampuan untuk membalikkan keadaan melawan Rusia dalam waktu dekat.

Dia mengatakan, Presiden Putin tetap berniat untuk menguasai sebagian besar Ukraina meskipun pasukan Ukraina mengalahkan upaya Rusia untuk merebut ibu kota Kyiv pada Februari, memaksa Moskow untuk mengurangi targetnya untuk merebut seluruh wilayah Donbas timur.

"Kami pikir dia, secara efektif memiliki tujuan politik yang sama dengan yang kami miliki sebelumnya, yaitu dia ingin menguasai sebagian besar Ukraina," terang Haines.

Pasukan Rusia, sangat kelelahan akibat pertempuran yang telah berlangsung lebih dari empat bulan, sehingga tidak mungkin mereka dapat mencapai tujuan Putin dalam waktu dekat, tutur Haines dalam penilaian publik pertamanya tentang perang sejak Mei.

vladimir putin
Presiden Vladimir Putin. (Wikimedia Commons/Пресс-служба Президента России)

"Kami melihat keterputusan antara tujuan militer jangka pendek Putin di bidang ini dan kapasitas militernya, semacam ketidaksesuaian antara ambisinya dan apa yang dapat dicapai militer," paparnya.

Diterangkan Haines, badan-badan intelijen AS melihat tiga skenario terkait hal ini, yang paling mungkin adalah konflik sengit di mana pasukan Rusia "membuat keuntungan tambahan, tanpa kesulitan."

Skenario lainnya termasuk terobosan besar Rusia dan Ukraina berhasil menstabilkan garis depan sambil mencapai keuntungan kecil, mungkin di dekat Kota Kherson yang dikuasai Rusia dan daerah lain di Ukraina selatan.

Tapi, ini membuat Rusia memerlukan waktu bertahun-tahun untuk membangun kembali militernya, sebut Haines.

"Selama periode ini, kami mengantisipasi, mereka akan lebih bergantung pada alat asimetris yang mereka miliki, seperti serangan dunia maya, upaya untuk mengendalikan energi, bahkan senjata nuklir untuk mencoba mengelola dan memproyeksikan kekuatan dan pengaruh secara global," terang Haines.

"Untuk sementara, pasukan Rusia tidak mungkin dapat melakukan beberapa operasi simultan," lanjut Haines.

Prioritas Putin sekarang, katanya, adalah membuat keuntungan di wilayah Donbas dan menghancurkan pasukan Ukraina, sebuah perkembangan yang dinilai Rusia akan "menyebabkan perlawanan dari dalam merosot."

Diketahui, komentar Haines muncul setelah pertemuan puncak para pemimpin NATO pada Hari Rabu, menyebut Rusia sebagai 'ancaman langsung' paling besar bagi keamanan aliansi dan berjanji untuk memodernisasi pasukan Kyiv, dengan mengatakan bahwa Rusia berdiri di belakang "pertahanan heroik negara mereka."