Bagikan:

JAKARTA - Ketua Koperasi Persaudaraan Warga Kampung Bayam, Asep Suwenda menjelaskan alasan mereka mendesak ingin segera menghuni Kampung Susun Bayam. Meskipun, mereka telah mendapat uang kerohiman sejak pemukimannya tergusur akibat proyek pembangunan Jakarta International Stadium (JIS).

Asep mengungkapkan, biaya ganti rugi yang diberikan PT Jakarta Propertindo (Jakpro) sejak awal pembangunan JIS kini telah habis untuk biaya sehari-hari. Hal ini Asep sampaikan saat menggelar aksi di depan Balai Kota DKI Jakarta.

"Uang kerohiman ini kan mereka buat biaya sehari-hari. Karena sejak dibongkar, aktivitas mereka untuk bekerja itu secara otomatis enggak ada kegiatan. Nah, biaya-biaya itu buat ngontrak rumah, kehidupan sehari-hari, ya sudah habis," kata Asep, Kamis, 1 November.

Rata-rata, uang kerohiman yang diterima warga Kampung Bayam sekitar Rp28 juta. Namun, ada juga yang nominalnya kurang dari itu. Nominal ini diukur dari bangunan milik masing-masing warga.

"Masyarakat kan di sini koperatif. Enggak terlalu banyak protes soal uang kerohiman yang diberikan," ujar Asep.

Asep mengaku heran mengapa sampai saat ini warga Kampung Bayam belum bisa masuk dan menghuni Kampung Susun Bayam. Padahal, Kampung Susun Bayam sudah diresmikan mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pada Oktober lalu.

"Kami ingin sebisa mungkin menghuni rusun di JIS itu. Kami kan sudah verifikasi, sudah mendapat nomor hunian, sudah ada SK, dan saat peresmian kami pun diundang. Artinya, kami punya hak untuk masuk ke hunian itu," tuturnya.

Kemudian, 75 KK warga gusuran proyek JIS ini juga mendesak agar biaya sewa bulanan Kampung Susun Bayam setara dengan rumah susun sederhana sewa (rusunawa) milik Pemprov DKI atau kampung susun di lokasi lain, seperti Kampung Susun Kunir dan Kampung Susun Akuarium.

"Mengenai nominal harga, itu kami minta disesuaikan sama rusun yang ada di Jakarta, terutama Rusun Akuarium sama Kunir," ujar Asep.

"Jakpro sempat menyebutkan nominal pak, nominalnya itu harga sewa Rp1,5 juta, tapi kami tuh merasa keberatan karena tidak berpihak ke masyarakat. Lalu pertemuan yang kedua, Jakpro mengusulkan nominal Rp600 ribu sekian untuk lantai tiga dan Rp700 ribu untuk lantai dua. Tapi sampai saat ini kami belum ada kesepakatan apapun," lanjutnya.

Sejak diresmikan hingga sekarang, masalah utama yang menyebabkan warga calon penghuni belum bisa menempati Kampung Susun Bayam adalah tarif sewa bulanan.

PT Jakarta Propertindo, yang membangun Kampung Susun Bayam, merasa harus mematok tarif tinggi karena BUMD milik Pemprov DKI ini harus menutup biaya operasional rumah susun itu. Namun, warga keberatan.

Sampai akhirnya, diputuskan bahwa Jakpro akan menyerahkan pengelolaan Kampung Susun Bayam kepada Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (DPRKP) DKI Jakarta agar tarif sewa bisa setara dengan rusunawa.

Jika akan menjadi rusunawa, skema tarif sewa Kampung Susun Bayam akan mengacu Peraturan Gubernur Nomor 55 Tahun 2018 tentang Penyesuaian Tarif Retribusi Pelayanan Perumahan.

Namun, sampai saat ini, rencana pengambilalihan pengelolaan ini belum terrealisasi. "Pengambilalihan masih opsi. Nanti baru akan dirapatkan kembali. (Pengelolaan Kampung Susun Bayam) ini, sekali lagi, masih posisinya ada di Jakpro," kata Kepala DPRKP DKI Sarjoko saat ditemui di gedung DPRD DKI Jakarta, Selasa, 29 November.