JAKARTA - Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono ogah menanggapi polemik Kampung Susun Bayam (KSB). Dalam hal ini, warga terdampak penggusuran Jakarta International Stadium (JIS) belum juga bisa menempati KSB.
Padahal, KSB telah diresmikan mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pada Oktober 2022.
Heru diwawancarai wartawan mengenai kejelasan KSB untuk dihuni warga Kampung Bayam usai upacara pengukuhan Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta.
Heru sempat menjawab beberapa pertanyaan lain. Namun, ketika pertanyaan mengenai KSB dilontarkan, dia menyudahi sesi wawancara dan meninggalkan lokasi, Jumat, 24 Februari.
Heru sebelumnya sempat ditanya soal masalah serupa pada Rabu, 22 Februari lalu. Usai meninjau posyandu di Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Heru mendapat pertanyaan mengenai KSB.
Mendengar hal itu, Heru ogah menjawab dan melempar masalah ini untuk diselesaikan oleh Wali Kota Jakarta Utara Ali Maulana Hakim. "Pak Wali aja. Wali Kota (Jakarta) Utara," ujar Heru.
Sejumlah warga Kampung Bayam kembali mendatangi Balai Kota DKI Jakarta pada Senin, 20 Februari lalu, untuk menuntut Pemprov DKI dan Jakpro memperkenankan mereka segera menempati Kampung Susun Bayam.
Sejak Kampung Susun Bayam diresmikan mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswdan pada Oktober 2022 lalu, warga gusuran Kampung Bayam belum juga bisa menempati hunian tersebut sampai saat ini.
Satu masalah yang menyebabkan warga belum juga menempati Kampung Susun Bayam adalah besaran tarif sewa hunian per bulan yang belum juga disepakati. Warga gusuran JIS tidak sepakat dengan tarif yang ditawarkan PT Jakpro selaku pengelola Kampung Susun Bayam.
"Mereka (Jakpro) pakai adalah tarif sesuai dengan Pergub Nomor 55 dan itu kami dijatuhkan di umum. Sedangkan kami termasuk warga yang terdampak (program penggusuran). Kami keberatan. Kita itu termasuk warga yang terprogram," kata perwakilan warga Kampung Bayam, Shirley saat ditemui di Balai Kota DKI Jakarta.
BACA JUGA:
"Warga inginnya membayar yang sesuai kemampuan. Kalau kisaran mungkin Rp150 ribu per bulan, itu seharusnya paling besar. Karena penghasilan, maaf, yang namanya pemulung dan pekerja kasar pabrik-pabrik cuma Rp1,5 juta," tambahnya.
Sementara, VP Corporate Secretary PT Jakarta Propertindo (Jakpro) Syachrial Syarief menegaskan bahwa penawaran tarif sewa Kampung Susun Bayam yang dibebankan kepada calon penghuninya, yakni warga Kampung Bayam, tidak bisa diturunkan.
Jakpro tetap mematok tarif sewa Kampung Susun Bayam yang terletak di samping JIS sebesar Rp615.000 sampai Rp765.000 per bulan. Sementara, warga bekas gusuran JIS menuntut biaya sewa hanya Rp150.000.
"Tarif sebesar pada rentang Rp 615.000 – Rp 765.000 disesuaikan dengan lantainya sudah mengacu kepada Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 55 Tahun 2018 tentang Penyesuaian Tarif Retribusi Pelayanan Perumahan. Jadi, persoalan tarif harusnya tidak jadi masalah," kata Syachrial dalam keterangannya, Rabu, 22 Februari.
Pergub 55/2018 merupakan dasar penentuan tarif yang digunakan Pemprov DKI kepada para penghuni rusunawa. Hanya saja, pengaturan biaya sewa hunian dalam Pergub 55/2018 memang berbeda-beda tiap jenisnya, yakni rumah susun terprogram dan umum.
Jakpro menggunakan kategori umum pada skema penyewaan Kampung Susun Bayam yang lebih mahal dibanding kategori terprogram.
Di sisi lain, Syachrial mengaku sampai saat ini Kampung Susun Bayam memang belum bisa dihuni. Jakpro masih perlu menyelesaikan masalah birokrasi terkait pengelolaannya.
Meski KSB dibangun oleh Jakpro, lahan di tempat rusun itu berdiri bukanlah milik BUMD DKI tersebut, melainkan Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) DKI Jakarta.
"Sehingga, terkait tindak lanjut atas pengelolaan dan pemanfaatan KSB, Jakpro perlu mengantongi sejumlah kelengkapan administrasi. Saat ini, Jakpro sedang mempercepat kelengkapan administrasi tersebut," jelas Syachrial.