JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyatakan bakal mempelajari hasil uji materi yang menyatakan Mahkamah Konstitusi (MK) melarang mantan narapidana, termasuk koruptor, yang belum menjalani minimal 5 tahun masa bebas maju mencalonkan diri dalam pemilihan legislatif atau pileg.
"Tanggapan saya, KPU akan mempelajari putusan MK tersebut. Kami akan konsultasikan materi putusan JR (judicial review) MK tersebut kepada pembentuk UU dalam hal ini Presiden dan DPR (Komisi II DPR)," kata Ketua KPU Hasyim Asy'ari, Rabu 30 November.
Hasyim menyebutkan, di antara hal yang perlu KPU konsultasikan adalah pemberlakuan dalam peraturan KPU apakah hanya untuk calon anggota DPR, DPRD provinsi, kabupaten, kota, atau juga termasuk calon anggota DPD RI.
"Demikian tanggapan KPU," ujar Hasyim.
MK baru saja mengeluarkan putusan atas uji materi yang hasilnya melarang eks narapidana nyaleg sebelum sampai rentang waktu 5 tahun usai keluar penjara.
Hal ini diputuskan MK dalam sidang putusan terhadap permohonan pengujian UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dengan nomor perkara 87/PUU-XX/2022 yang diajukan pemuda bernama Leonardo Siahaan.
"Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," tulis bunyi putusan yang dikutip dalam salinan putusan, Rabu, 30 November.
BACA JUGA:
Pemohon menggugat Pasal 240 ayat (1) huruf g UU Pemilu yang memuat persyaratan bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota, yang berbunyi:
"Tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih, kecuali secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana"
Dalam gugatannya, pemohon mengkhawatirkan pasal ini akan menjadi dalil bagi para mantan terpidana korupsi yang dikenakan pencabutan hak politik untuk nyaleg akan kembali terpilih dan menularkan perilaku atau mengulang kembali praktik korupsi.
Pada putusannya, Majelis Hakim MK menilai bahwa frasa "kecuali secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana" yang ada dalam syarat dan menjadi pembolehan eks napi untuk nyaleg tidak termuat dalam syarat calon kepala daerah.
Sehingga, MK mengubahnya menjadi eks napi yang dipidana penjara minimal 5 tahun harus menunggu 5 tahun setelah dirinya keluar dari penjara untuk bisa maju sebagai calon anggota legislatif.
Majelis hakim menilai, masa tunggu 5 tahun usai keluar penjara sebelum nyaleg menjadi penyelarasan agar yang terkait memiliki waktu untuk introspeksi diri.
"Sebagaimana telah dikutip dalam pertimbangan hukum putusan-putusan sebelumnya masa tunggu 5 tahun setelah terpidana menjalankan masa pidana adalah waktu yang dipandang cukup untuk melakukan introspeksi diri dan beradaptasi dengan masyarakat lingkungannya bagi calon kepala daerah, termasuk dalam hal ini calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota," tulis putusan majelis hakim.
Kemudian, masih dalam putusannya, majelis hakim menilai eks napi ini juga harus mengumumkan ke publik mengenai latar belakangnya yang pernah dipidana, setelah menunggu masa waktu 5 tahun usai keluar penjara dan akan maju sebagai caleg.
"Terkait dengan hal ini, pemilih dapat secara kritis menilai calon yang akan dipilihnya sebagai pilihan baik yang memiliki kekurangan maupun kelebihan untuk diketahui oleh masyarakat umum (notoir feiten). Oleh karena itu, hal ini terpulang kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemilih untuk memberikan suaranya kepada calon yang merupakan seorang mantan terpidana atau tidak memberikan suaranya kepada calon tersebut," demikian.