JAKARTA - Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PAN, Zita Anjani memandang kenaikan upah minimum provinsi (UMP) DKI Jakarta tahun 2023 sebesar Rp4,9 juta sudah cukup besar.
Sementara, kelompok buruh tidak sepakat dengan nominal UMP DKI yang ditetapkan itu. Buruh menginginkan UMP DKI naik menjadi Rp5,1 juta. Zita meragukan pengusaha sanggup untuk membayar upah sesuai kemauan buruh.
"Saya saja melihat fakta di lapangan dengan gaji Rp4,9 juta itu, masih banyak perusahaan-perusahaan yang berat. Apalagi kalau Rp5,1 juta. Berharap boleh saja Rp5,1 juta, tetapi kita lihat kemampuan pengusaha-pengusaha kita di DKI," kata Zita kepada wartawan, Rabu, 30 November.
Menurut Zita, UMP Jakarta yang meningkat 5,6 persen dari tahun 2022 ini sudah sangat layak. Mengingat, saat ini Indonesia tengah menghadapi ancaman resesi.
Jika UMP terlalu tinggi, lanjut dia, dikhawatirkan banyak perusahaan yang tidak sanggup membayar gaji sehingga menimbulkan pemutusan hubungan kerja (PHK) kepada banyak pegawainya.
"Nanti kalau resesinya sampai ke Indonesia bagaimana? Kita kan negara berbasis pangan. Jadi, harus tetap diantisipasi. Jangan sampai juga terlalu menekan pengusaha. Kalau enggak mampu, nanti kolaps semua ekonominya. Pengusahanya tidak mampu menggaji karyawannya," urai Zita.
Pada kondisi ini, upah minimum di Jakarta naik sekitar Rp259 ribu dari UMP tahun 2022 yang sebelumnya ditetapkan Rp4,6 juta. Besaran kenaikan UMP sebesar 5,6 persen merupakan usulan Dewan Pengupahan DKI Jakarta dari unsur pemerintah pada sidang pengupahan 22 November lalu.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal memandang, Heru tidak memiliki sikap empati dalam kelangsungan hidup kelompok buruh di tengah kenaikan harga bahan pokok dalam menentukan besaran UMP.
"(Pj) Gubernur DKI (Heru) tidak punya rasa peduli dan empati pada kaum buruh," kata Said Iqbal.
Ada sejumlah alasan KSPI menolak kenaikan UMP 2023 sebesar 5,6 persen. Said Iqbal menjelaskan, nominal ini masih di bawah nilai inflansi Januari sampai Desember 2022 sebesar 6,5 persen ditambah pertumbuhan ekonomi selama setahun ini yang diperkirakan sebesar 5 persen.
"Kenaikan UMP dan UMK di seluruh Indonesia seharusnya adalah sebesar inflansi dan pertumbuhan ekonomi di masing-masing provinsi atau kabupaten/kota di tahun berjalan, bukan menggunakan inflansi dan pertumbuhan ekonomi tahunan atau year on year," urai Said Iqbal.
BACA JUGA:
Karenanya, KSPI mendesak agar Heru merevisi kenaikan UMP DKI Tahun 2023 sebesar 10,55 persen sesuai dengan yang diusulkan unsur serikat buruh yang tergabung dalam Dewan Pengupahan Provinsi DKI Jakarta.
Said Iqbal pun mengancam pihaknya akan menggugat keputusan UMP DKI tahun 2022 ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta dengan tuntutan mencabut Kepgub Nomor 1153 Tahun 2022.
"Organisasi serikat buruh DKI akan gugat ke PTUN DKI dan aksi ke Balai Kota DKI minggu depan," tandasnya.