JAKARTA - Ketua Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia Arsjad Rasjid mengaku enggan menanggapi lebih jauh mengenai besaran kenaikan upah minimum provinsi (UMP) tahun 2023 yang telah ditetapkan oleh 33 gubernur.
"Secara proses itu dilakukan oleh setiap daerah dalam rapat dewan pengupahan, makanya kenapa saya tidak menyentuh hal tersebut. Kalau saya berbicara itu (UMP 2023) cawe-cawe, jadi enggak boleh Kadin itu cawe-cawe sesuatu proses yang ada," tuturnya di Menara Kadin, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa 29 November.
Meski begitu, Arsjad mengatakan terbitnya Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 18 Tahun 2022 tentang Penetapan Upah Minimum 2023 dengan besaran maksinal 10 persen telah menimbulkan dunialisme aturan. Di mana ada juga Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021. Kedua aturan tersebut membahas aturan penetapan UMP.
Terbaru, Permenaker Nomor 18 Tahun 2022 secara khusus mengatur formula UMP 2023. Formulasi ini yang dipandang pengusaha kurang ideal. Pengusaha juga menilai kekuatan hukum Permenaker tersebut masih berada di bawah PP Nomor 36 Tahu 2021.
"Kita melihat ada dualisme dari sisi regulasi, ini berbahaya membuat ketidakpastian hukum," ucapnya.
BACA JUGA:
Imbasnya, kata Arsjad, aturan tersebut menurunkan minat investor untuk menyuntikkan modalnya di Indonesia.
Karena itu, Arsjad pun menilai wajar jika asosiasi pengusaha mendaftarkan permohonan uji materil atau judicial review atas Permenaker Nomor 18 Tahun 2022 ke Mahkamah Agung (MA).
Meski begitu, Arsjad menekankan bahwa pihaknya tidak ingin mencampuri gugatan tersebut.
"Untuk UMP lebih baik diserahkan ke mekanisme yang ada," ucapnya.